Lihat ke Halaman Asli

Jika Gaji PNS Diatur dalam PP Pengupahan

Diperbarui: 8 Desember 2015   13:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Menjadi buruh itu susah lo," kata Paijo kepada Boimin yang bekerja sebagai PNS.

Kedua lelaki yang tengah menikmati kopi di warung simpang itu tengah berdiskusi mengenai PP Pengupahan yang baru diterbitkan itu.
Paijo, pria beranak lima yang sudah mengabdi selama 11 tahun itu mengaku resah bukan kepalang. Sebabnya, karena penerapan PP tersebut, ia terancam tak lagi bisa merokok.

Padahal, Boimin yang sudah berpangkat Golongan IVa itu kerap menyarankan temannya untuk berhenti merokok dan hidup lebih sehat.

"Sudah tahu pengupahan mau 'diperbaiki' mbok ya berhenti merokok to sob," kata Boimin kepada Paijo.

"Merokok itu bikin rusak kesehatan. Cepet mati lo nanti," tambah Boimin yang mulai resah.

Tapi, bukan Paijo namanya kalau tak pandai menjawab temannya itu. Menurut Paijo, merokok itu tak merusak kesehatan, apalagi sampai menyebabkan kematian.

Ia menuturkan, yang membunuh itu justru PP Pengupahan. Dengan diberlakukannya PP Pengupahan, buruh seperti dirinya tak bisa lagi dilibatkan dalam kenaikan upah minimum. Jika tak dilibatkan, perusahaan Paijo kan ndak tahu berapa kebutuhan layak dirinya dan teman-temannya yang lain.

"La dhalah, aku ya gak pernah mau ikut dilibat-libatkan dalam pembahasan upahku kok. Tapi ya aku terima jadi besar upahku tiap kali gajian," bantah Boimin.

Tak puas dengan kata-kata temannya, Paijo kembali melanjutkan. "Sebenarnya, tanpa penerapan PP Pengupahan baru saja, upah buruh Indonesia itu sudah paling rendah se Asean. Lha, aku ki tetap ndak bisa bersaing walaupun sudah lama bekerja to," tutur Paijo merepet.

Lalu, lebih parahnya lagi kata Paijo, dalam PP Pengupahan, unsur penghitungan pengupahan dilakukan berlawanan dengan konstitusi. "Sebagaimana diatur di UUD Pasal 27 lo, semua orang berhak mendapat pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan. Ditambah pasal 28 D ayat 2, berhak mendapat imbalan yang layak dan perlakuan yang adil," sambarnya.

Sambil cengenges Boimin mengatakan, upahnya sudah layak dan manusiawi kok. Bahkan, ia juga merasa diperlakukan dengan adil. "Lha, pekerjaanku saja sudah layak kok. Adil dan manusiawi juga," terangnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline