Lihat ke Halaman Asli

Ikhwanul Halim

TERVERIFIKASI

Penyair Majenun

Pejuang Jamblang

Diperbarui: 4 Desember 2024   07:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Pulang ke rumah dalam kondisi cuaca panas yang tak tertahankan, akhir minggu tipis dengan hujan suam-suam kuku yang mengalirkan air laut biru yang lembut, sore hari yang menggelembung di jidatmu. Kamu menjilati bibir dan keringat itu beraroma kelapa, terasa manis dan purba.

Pohon tetangga mengalami badainya sendiri, menjulur bebas dari halaman rumput yang beratap jerami hingga menggapai awan rendah, dengan kerumunan anak-anak yang berayun.

Tidak ada yang tahu dahan kayu mana yang menahan kaki atau lengan yang melepaskan bom. Mereka menggertak dan memukul, melesat melewati dahan-dahan dengan tangan penuh buah. Bilah bambu penjolok terangkat seperti pisau belati menyayat tangkai buah dari kulit. Mereka mabuk berat, bukan karena mencuri, tetapi daging buah harum yang dijarah.

Buah habis, bijinya dimuntahkan seperti peluru timah. Keributan bisik-bisik mereka sembunyi-sembunyi membuat burung jalak mati rasa, mengusir ayam jantan ke dalam bayang-bayang.

Pohon itu, dijarah dan pakaiannya compang-camping, akarnya terangkat, putus asa saat buahnya jatuh. Rumputnya dipenuhi dengan ranting-ranting kecil. Kosong.

Saat matahari di cakrawala barat Pulau Weh terbenam, kamu hampir dapat mendengar getahnya naik, kejutan untukmu gagal, dan tertunda hingga musim berikutnya.

Cikarang, 4 Desember 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline