Lihat ke Halaman Asli

Ikhwanul Halim

TERVERIFIKASI

Penyair Majenun

Saat Terakhir Para Pahlawan

Diperbarui: 10 November 2024   07:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Pahlawan pemberani kita sedang berjalan melintasi dunia yang terbentang. Kita berada di masa depan. Seluruh dunia adalah sampah sia-sia. Dunia tidak peduli lagi, dan begitu juga kita.

Namun para pahlawan peduli, dan mereka memunguti sampah yang kita tinggalkan untuk membusuk. Sampah tidak dapat membusuk karena terbuat dari plastik. Segala sesuatu yang tampak berharga sebenarnya palsu. Namun, para pahlawan mengumpulkan sampah dan melahirkan pahlawan baru darinya.

Kita terkubur di bawah wabah pahlawan yang mulia. Kita berada di masa depan. Para pahlawan tinggal di rumah kita tanpa izin kita dan mereka menghakimi semua yang kita lakukan atau tidak lakukan. Mereka mengerutkan kening ketika kita tidak mengganti gulungan tisu toilet yang kosong. Mereka mengerutkan kening ketika kita membuang gulungan kardus ke tempat sampah daur ulang. Kita tidak tahu apa yang mereka inginkan. Mereka menolak memberi tahu kita.

Pahlawan pemberani kita dalam masalah. Kita berada di masa depan. Seseorang menghabisi mereka satu per satu dan para pahlawan penyintas terluka. Mereka kehilangan anggota tubuh dan mata yang kabur seperti medali. Para pahlawan itu jelek. Para pahlawan tampak seperti penjahat. Para pahlawan yang bertekad akhirnya berhasil mengembalikan semua penyakit dunia ke kotak Pandora.

Kita berada di masa depan. Mereka menyegel kotak itu dalam balok beton, menjatuhkannya ke dalam tong timah cair, lalu menembakkannya beserta seluruh isinya ke matahari.

Beberapa minggu kemudian, orang-orang pingsan pada hari-hari musim kemarau yang cerah di bawah langit yang tak berawan. Penyakit dunia menyebar, dengan kecepatan cahaya, ke seluruh alam semesta.

Para pahlawan kita yang lesu dan terlalu dramatis diminta datang untuk berdiskusi sambil minum kopi di Istana Rajawali. Kita tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Kita menaruh sianida di cangkir mereka dan bersulang untuk keberhasilan mereka. Mereka minum dan mereka mati.

Kita tidak heroik. Kita tidak berusaha menjadi heroik.

Cikarang, 10 November 2024

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline