Aku adalah seorang pekerja tambang dan pemerintah menyita tambang tersebut ketika Prancis menarik diri. Aku tidak mendapat upah selama dua minggu. Aku butuh pekerjaan. Tanpa pekerjaan, tidak ada uang. Tanpa uang, aku tidak dapat membayar bedeng satu kamarku. Aku mengemas semua barang milikku ke dalam koper usang yang aku dapat dari sampah keluarga Prancis.
Seminggu kemudian aku tiba di Pantai Gading. Dengan sisa uang, aku mendapatkan tempat di sebuah bedeng bersama delapan orang lainnya. Setiap pagi, aku pergi ke pusat kota dan mencoba mencari pekerjaan. Setiap hari aku mendapat pekerjaan sambilan. Memasang batu bata, konstruksi kecil, mengangkut sampah.
Dengan uang yang kudapat, aku mampu membeli semangkuk sup dan minuman di sebuah kedai di lingkungan kumuh tempat tinggalku.
Alasan terpenting untuk bekerja adalah untuk membeli minuman. Aku tahu kalian akan menghakimiku. Aku tahu kalian akan bilang bahwa aku tidak boleh minum.
Minuman adalah caraku untuk melarikan diri. Minuman mengangkatku keluar dari kekacauan dan kotoran hidup. Di kedai, aku berbicara dengan sesama lelaki lain dan kami berbagi. Bukan tentang betapa menyedihkannya hidup kami. Kami berbagi mimpi.
Aku punya banyak mimpi.
Perutku sering kosong. Tempat tidurku tumpukan selimut usang di lantai beton.
Aku punya mimpi.
Membawa wanita kulit putih ke tempat tidurku. Menjadi jutawan dengan pesawat jet pribadi. Menjadi bintang film Prancis. Memenangkan penghargaan di Festival Film Cannes.
Mimpiku selalu ada. Mimpi Melembutkan rasa lapar dan kesengsaraan. Minuman membuatku tenggelam di dalamnya.