Lihat ke Halaman Asli

Ikhwanul Halim

TERVERIFIKASI

Penyair Majenun

Benda Pusaka

Diperbarui: 18 September 2024   07:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Kucing merayap ke dapur, mencakar pintu lemari yang terbuka-tutup-buka-tutup.

Suara  benturan dari porselen pada linoleum membuatku terkejut. Bergegas ke dapur, aku berharap menemukan gelas atau piring yang jatuh, tetapi sudah tahu apa yang ada di sana.

Pecahan-pecahan dari set teh mawar yang kulukis dengan tangan. Sebuah mosaik kenangan berserakan di lantai: Nenek meletakkan tongkatnya di dinding, saat dia dengan hati-hati mengangkat set dari lemari porselennya, sambil berkata:

"Ini adalah hadiah pernikahan dari nenekku, yang diberikan kepadanya oleh neneknya. Suatu hari nanti, ini akan menjadi milikmu."

Ketika berusia sepuluh tahun, Ayah menerimanya dengan sebuah catatan, 'kalau-kalau aku tidak bisa datang ke pernikahanmu'.

Setiap ulang tahun, Ayah mengangkat kotak dari rak buku, tangannya membuka setiap cangkir dari kertas tisu, menelusuri tanda JTC yang ditulis dengan font Old German berbunga-bunga, membayangkan Nenek, neneknya, garis keturunan ibu yang membentang di atas lautan ke tempat yang dulu disebut tanah air.

Kucing berjongkok di sudut. "Tidak ada gunanya menangisi susu yang tumpah," dia mengendus kakiku.

Aku mengambil gagang cangkir berlapis emas, dua pecahan dari bagian atas mangkuk gula yang retak, berlutut.

Kulkas berbunyi klik dan berdengung, meredam sedu sedan tangisanku.

Aku menelepon ayahku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline