Lihat ke Halaman Asli

Ikhwanul Halim

TERVERIFIKASI

Penyair Majenun

CMP 155: Hak Cipta

Diperbarui: 21 Juli 2024   08:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Lelaki itu duduk di belakang meja kayu sonokeling. 

"Duduklah," katanya sambil menawarkan kursi.

Aku menerima tawarannya dan membaca papan namanya. 'Rayhan Rawidh'. Penampilannya mengingatkanku pada seorang pembawa Dunia Dalam Berita TVRI tahun 1970-an.

"Silakan," kata Rayhan, tanpa mengalihkan pandangan dari sebuah buku besar bersampul kulit yang terpentang lebar, tergeletak di atas meja. Tulisan di halaman yang menguning itu terlalu kecil untuk kubaca, apalagi dari arah terbalik.

Aku berdehem. "Yah, ideku adalah seorang pria petualang yang mencari cinta di ibu kota, tapi malah menemukan kursi roda yang telah dibuang di pusat daur ulang. Sesuatu memaksanya untuk mencoba melacak pemilik sebelumnya. Seiring berjalannya cerita, kursi roda menjadi metafora jalan hidup protagonis. Novel itu akan berjudul 'Playboy Ibu Kota'."

"Ceritakan lebih banyak."

Aku mengembangkan ideku sementara Rayhan menjelajahi halaman-halaman buku, menelusuri kemajuannya dengan jari telunjuknya.

Hembusan angin menerpa wajahku saat dia membalik halaman, menebar bau apek yang samar-samar. Setiap kali aku berhenti bicara, dia bergumam, "Hmmm, hmmm," memintaku untuk terus lanjut.

Ketika Rayhan selesai memindai halaman terakhir, dia berkata, "Tidak, ide itu belum terdaftar. Anda bebas melanjutkan."

***

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline