Lihat ke Halaman Asli

Ikhwanul Halim

TERVERIFIKASI

Penyair Majenun

CMP 149: Menerawang Fajar yang Belum Datang

Diperbarui: 9 Juni 2024   09:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Kamu tahu bagaimana ini akan berakhir.

Bahkan sebelum dia menanyakan pertanyaannya, sambil mengusap rambutnya yang berwarna merah terbakar matahari, "Sandra, aku ... ehm ... apakah kamu mau ... makan di luar?"

Kamu tahu kamu akan mengatakan 'ya'.

Kamu tahu bahwa untuk kencan pertama kalian, dia akan mengajak kamu ke resto tempatan, sebuah warung padang kecil dengan makanan paling berlemak yang pernah kamu makan, dan akan menjadi bencana. Dia akan menumpahkan air ke seluruh makan malammu---nasi dengan udang goreng dan daun singkong---dan gaun batik bermotif bunga kembang sepatu.

Dia akan merasa tidak enak. Dia sangat ingin mengajakmu kencan kedua, tapi rasa malu membuatnya mundur.

Kamu menunggu beberapa hari sebelum meneleponnya, dan kencan kalian berikutnya berjalan jauh lebih lancar. Kalian bertemu di taman terdekat dan jalan-jalan menikmati suasana.

Pemandangan di luar sangat indah: tidak ada awan di langit, dan dedaunan berwarna hijau terang untuk musim kemarau. Sebagian besar percakapan kalian berisi tentang kisah pribadi---kalian kenal di SMA, kehilangan kontak saat kuliah, dan baru saja lulus dan pindah kembali ke kampung halaman.

Kalian juga mengambil jurusan yang sama, matematika, meski tidak ada yang tahu apa yang harus dilakukan dengan bidang itu.

Di akhir kencan, kamu menatap wajahnya, begitu tirus, begitu tampan, dan, kalian menggigil seperti penjelajah Kutub Selatan.

Kalian berciuman.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline