Lihat ke Halaman Asli

Ikhwanul Halim

TERVERIFIKASI

Penyair Majenun

Mukadimah Guru Pujangga

Diperbarui: 8 April 2024   18:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Gadis-gadis itu menyerbu ke dalam pelukan satu per satu. Mencari perlindungan dari teror kehidupan nyata, sampai mereka menyadari betapa gotiknya arsitektur interior yang mengerikan ini. rerata memangsa waktu hampir dua setengah hari sekali.

Jalan pintas pemintas dipotong. Gadis-gadis terbang lewat seperti alang-alang liar berciuman di lereng bukit yang kusalah mengira matahari. Kehilangan yang tragis, sebuah misteri yang tidak pecah. Kuluangkan waktu untuk bercinta meskipun komitmen ketat mengharuskan kecanduan kerja.

Cinta sejatiku, maukah kamu menemuiku di dasar kawah gunung berapi, di palung lautan asam sulfat? Menempel di bibir koral terjal, memegang bungkusan bubuk mesiu petir. Apakah kamu mendengar omong kosong basa basi yang kutiupkan ke permukaan? Gelembung-gelembung terurai menjadi buih soda yang tidak ada apa-apanya? Mungkinkah kamu, putri duyung yang melompat ke dalam lengkungan bertitik api untuk menelusuri topi telinga Miki Tikus sebesar kelapa?

Tidak. Kamu yang tersipu malu. Aku sampai lupa bersandar di rak buku lapuk. Kamu adalah mulas dalam perutku yang terkoyak, menyiratkan aku seorang suami sultan yang kaya luar biasa. Kamu adalah tangan manis yang salah kukira sebagai padang rumput, kencangkan pinggulku yang tajam dan memutar linggaku ke soket lampu di punggung.

Kamu menemukan namaku di panggilan cepat, sedang lelap layu. Aku melihatmu di kafe, menyamar sebagai roti sumbu. Aku menanam aksaramu di langit. Aku melukis jejak langkah masa kecil dengan foto-foto merah cokelat sepia.

Cikarang, 8 April 2024




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline