Lihat ke Halaman Asli

Ikhwanul Halim

TERVERIFIKASI

Penyair Majenun

Irama Kehidupan

Diperbarui: 14 Juni 2023   17:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Pelan, pelan, cepat-cepat, pelan.

Dimulai dengan ritme langkah cepat tetapi segera menabrak crescendo genderang rimba, membunyikan peringatan sementara aku berpegangan erat, tidak bisa bergerak, terkurung.

Mayat dalam peti mati.

Aku bisa menggerakkan mata, dan kalau aku melihat ke dalam kaca persegi kecil di atas kepala, bisa kulihat jari kakiku, yang anehnya masih ada di dunia luar. Aku bahkan bisa menggerakkannya seolah-olah tidak ada yang salah. Tapi dipenjara seperti ini, aku bahkan tidak bisa mengunyah kuku ibu jariku. Saya harus tetap diam.

Mati, diam.

"Bernapaslah," sebuah suara tanpa tubuh menggelegar dari suatu tempat yang tak terlihat. Aku menghirup udara yang disterilkan dalam-dalam. "Dan tahan ... Dan bernapaslah dengan normal."

Bernapas normal? Untuk berapa lama? Berapa lama sebelum aku bisa bernapas dengan cara tidak sadar yang kamu lakukan ketika kamu tidak peduli tentang berapa banyak udara yang tersisa untuk kamu hirup?

Buk, Buk. Bunyi gedebuk, kikuk-bunyi. Sebuah pantulan kerincingan api cepat. Dan diam.

"Terima kasih. Kami sudah selesai denganmu sekarang."

Selesai denganku?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline