Lihat ke Halaman Asli

Ikhwanul Halim

TERVERIFIKASI

Penyair Majenun

Tutup Musim

Diperbarui: 5 Juni 2023   15:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Kamu mungkin tidak memikirkannya hari ini, tetapi di musim hujan yang membanjiri serambi, dan angin dingin bertiup dari gunung, menyapu sisa panas musim kemarau ke laut.

Embun tumbuh di bebatuan seperti lumut pucat. Kemudian mereka membawa patung-patung itu, dewa Yunani telanjang tanpa malu, bidadari, kurcaci dan hewan mistis. Dan para wanita dari daging dan darah yang menyilangkan kaki di kursi Art-Deco, bersandar di langkan yang menghadap ke teluk. Terbuka tetapi tidak untuk ditatap. Mereka juga telah pergi dan langit biru telah menurunkan daun jendela kelabu.

Para pelayan telah mengaso sampai musim semi. Mereka menuju utara, ke laut yang lebih dalam, es yang lebih putih, dan langit biru di bawah sinar matahari yang cerah.

Beberapa dari kita mengulur bulan-bulan kelabu, basah, bersih, ke tempat-tempat yang canggung, sudut-sudut yang tak terlihat, permukaan yang tak terjangkau sampai kamu berlutut dan telentang.

Kita mengangkat permadani dan memukulinya. Debu tidak beterbangan seperti pada hari-hari kering kerontang, tetapi jatuh mara ke batu, yang darinya harus dikerok daripada disikat, dicuci bukan diusir.

Kita juga menjaring pembersih, dari apa yang telah hilang, diabaikan, dijatuhkan, dilupakan, dibuang. Terkadang perhiasan, seperti cincin kawin. Pakaian dalam, hampir selalu mengecewakan. Pakaian yang paling mengerikan. Celana jogging. Katun poliester. Ada sikat gigi biasa, sisir, kosmetik. Sesekali kancing manset--jarang sekalian dengan pasangannya yang serasi. Anting. Tisu sesekali, bekas. Terkadang berdarah.

Sambungan yang disembunyikan dengan tergesa-gesa. Jarang-jarang.

Sebuah buku dengan satu halaman terlipat. Surat yang mungkin memberatkan di tangan yang salah. Kancing lepas ditarik. Terlalu banyak makanan dan anggur. Cukup birahi.

Dulu sepatu  pria ada di pintu kamar wanita lajang. Bayangkan dia dalam cahaya miring saat fajar, tertatih-tatih. Air mata yang kering di bantal terlalu samar untuk dilihat.

Kita  mencari uang koin pecahan kecil.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline