Lihat ke Halaman Asli

Ikhwanul Halim

TERVERIFIKASI

Penyair Majenun

Kisah Para Ksatria Mawar - 11. Nuri Mersik

Diperbarui: 28 Maret 2023   23:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. pri. Ikhwanul Halim

Sebelumnya....

Nuri Mersik lahir di Tapal Batas, antara tanah berbukit di selatan yang tenang dan dataran oranye di utara. Suku asli dua tumpah darah, dan ketika dia memilih untuk menjadi Ksatria Mawar, kesetiaannya adalah pada dataran serta padang pasir, ke tanah Asgaristan yang subur serta keindahan Gurun Mengaum yang keras namun lebih hangat.

Dia tidak hanya memakai satu warna. Beberapa mengatakan kesetiaannya terbagi, tapi sebenarnya Nuri Mersik setia pada keduanya, oranye dan kuning. Bertarung dengan hati teguh untuk kedua pasukan, memberikan kekuatan lengan mengayun pedangnya saat ksatria oranye berperang dan ketangguhan perisainya saat ksatria kuning diperlukan untuk mempertahankan Jembatan Pasir dari penyusup.

Seperti halnya semua Ksatria Mawar yang kisahnya diceritakan di sini, Nuri Mersik adalah mewakili dirinya sendiri, bebas untuk pergi ke mana pun dia mau dan bertarung dengan siapa yang dia pilih, hidup dari pampasan perang dan bayaran dari pertempuran yang dia perjuangkan. Meskipun demikian, sebagian besar Ksatria Mawar bertarung hanya untuk satu pasukan.

Nuri Mersik mengambil jalan yang berbeda.

Dia memiliki sebuah rumah kecil di sebuah desa di Tapal Batas, dan ketika dia berada di sana, bebas dari pertempuran dan baju zirah dan pelindung dada dengan kobaran api kuning dan jingga yang mencolok, dia merawat sebuah taman yang meriah, penuh dengan bunga-bunga tempat para Ksatria Mawar mengambil nama mereka. Atau mungkin mawarnya diberi nama mengikuti para Ksatria. Tidak ada yang tahu pasti. Bisa juga itu campur aduk dari keduanya, seperti yang sering terjadi.

Mereka yang mengenal Nuri Mersik dari medan perang tidak mengenalnya di sini, tenang dan damai di antara keharuman dari begitu banyak bunga yang berbeda. Tangannya lebih kotor dengan pupuk kandang daripada darah.

Nuri Mersik menginginkannya seperti itu. Dia telah memilih kehidupan seorang ksatria, dia percaya dalam mempertahankan tanah yang dia cintai, tetapi dia tidak bisa selalu mengenakan baju besi dan berperang.

Suatu hari, dia sedang memangkas mawar berwarna krem dengan perona oranye di tepinya. Dia lemah menghadapi mawar warna-warni. Nuri Mersik berjongkok pada tumitnya untuk mengagumi kuncup yang baru saja mulai mekar dengan sangat sempurna, ketika dia mendengar suara yang tidak pernah ingin dia dengar di desanya yang damai, tempat perlindungannya.

Bunyi ladam yang berat dipaku pada kuku kuda disertai dengan gemerincing rantai yang mengetuk logam - suara seorang ksatria - mendekat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline