Lihat ke Halaman Asli

Ikhwanul Halim

TERVERIFIKASI

Penyair Majenun

Badai Takdir (Tujuh)

Diperbarui: 23 Maret 2023   16:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. pri. Ikhwanul Halim

Sarritha berhasil meredakan keterkejutannya. Matanya melebar dan dia tersenyum, "Ya, saya ingin menjadi murid Anda."

"Sudah beres kalau begitu. Kendida tahu bahwa aku telah memutuskan untuk menjadi mentornya dan jika Sarritha memilih, seperti yang telah dia lakukan, maka dia adalah menjadi muridku."

"Aku akan berbicara dengannya dan mengatakan apa yang aku pikirkan." Nusvathi bergegas menuju ruang belajar.

Thozai menoleh ke Sarritha yang tersenyum meskipun matanya tertuju ke lantai. Gadis itu mendongak tepat ketika Thozai berkata, "Pelajaran nomor satu, bergerak cepat. Setiap penundaan dan kamu tewas. Pelajaran nomor dua, selalu awasi musuhmu. Gangguan apa pun bisa berakibat fatal. Hal lain, jangan tutup matamu bahkan ketika kamu menghadapi kematian." Dia berhenti. "Itu saja untuk hari ini. Ada pertanyaan?"

"Ya, di mana saya akan berlatih?"

"Di mana saja dan kapan saja."

"Apakah tidak sebaiknya saya pergi ke istana Ratu Kendida?"

"Tidak, kamu akan tetap bekerja di sini."

Thozai menangkap kekecewaan di wajah Sarritha.

"Kamu akan membutuhkan akses tak terbatas ke buku-buku ini jika ingin menjadi lebih baik dariku, dan selain itu kamu perlu membayar jika ingin mempertahankan hidupmu di kota ini."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline