Ini seperti ketika seorang perawat dengan jarum di tangan menyuruh kamu untuk tidak tegang. Kamu tidak bisa santai. Kamu tegang.
Atau jika seseorang menyuruhmu untuk tidak memikirkan uang. Wuss! Kepalamu berat sebelah pusing sebelah pecah sebagian.
"Tulis saja apa yang kamu mau," kata tutor menulis kreatif, suaranya sangat menjanjikan seperti sales properti Meikarta. "Menulis ... secara alami."
Aku tidak bisa melakukannya. Aku tegang. Pikiranku melayang dari Lima Sekawan ke Winnetou. Si Doel Anak Betawi hingga Bumi Manusia.
Saat tutor menanyakan mengapa aku mengirim halaman kosong dengan ekspresi sembelit di wajahku, dia menyarankan agar aku mencoba menulis bebas. "Kamu tahu, apa saja, sayang, apa saja."
Aku mengernyit. Apa saja seperti burung gagak mematuk-matuk tombol keyboard, berharap menjadi haiku. Apa saja adalah rumput yang dimuntahkan oleh kucingku ke lembaran kertas A4.
Aku kecewa, Bertanya-tanya mengapa aku membuang uang pendaftaran kelas menulis online dua ratus ribu rupiah.
Hanya ketika sedang menulis daftar belanja--saat aku tidak--aku menemukan gayaku.
Jeruk: bulat seperti planet M. Kecap asin: sebotol dukacita. Telur: lambang kehancuran yang menyaru sebagai kehidupan. Susu: air mata yang ditumpahkan oleh payudara sapi yang tak diberikan untuk anaknya.