Dahulu kala ada seekor kelinci berwarna coklat karat yang tinggal di sebuah puri kuno. Bagi yang belum tahu apa itu kelinci, mungkin mengenalnya sebagai terwelu, atau arnab.
Puri itu atap-atapnya sudah hilang entah ke mana, menara-menara pengawas terhuyung-huyung, pekarangannya dipenuhi semak duri dan bunga mawar gaib yang sama liarnya dengan tentara musuh penyerang.
Setiap pagi, ketika matahari bersinar melalui gerbang timur, kelinci akan keluar dan menggigit rumput keras yang tumbuh subur di sudut lapangan pawai yang kurang teduh dan bertanya-tanya pada spanduk busuk yang tergantung di dinding dan mengapa dunia dibentuk sedemikian rupa. .
Suatu hari, seorang Ksatria Kuning Gading menuntun seekor kuda melewati gerbang timur, lebih pantas disebut lengkungan yang lapar seperti hati yang kosong dan terbuka seperti mata yang penuh janji.
Sudah bertahun-tahun sejak seseorang berani melewatinya, dan kelinci memperhatikan, bertanya-tanya bentuk baru apa yang akan diambil dunia sekarang.
Kuda itu cantik-abu-abu keperakan, dengan perlengkapan dari kulit dan pelana berkuda dengan warna perak agar serasi dengan bulunya.
Ksatria itu adalah seorang wanita, agak tua tetapi wajahnya masih segar, bahunya tegak dan bergoyang saat dia berjalan. Satu tangan di pedangnya, yang lain memegang kendali.
Dia mencabut kapak dan membuka jalan melalui semak duri di mana kelinci biasa berlari dan bersembunyi dari elang yang berputar-putar menunggang angin di atas kepala. Kelinci mengikutinya, karena dia penasaran. Kelinci tidak ingat kapan terakhir kali seorang ksatria di puri ini, hanya dirinya sendiri di liang bawah tanahnya yang panjang, bersama tupai serta tikus yang merupakan sepupu jauhnya.
Ksatria itu mengaitkan tali kekang di sekitar tiang besi berkarat, menepuk leher kudanya, dan pergi ke Aula Besar. Dia menyentuh meja yang berdebu, menatap perapian yang kosong, berlutut di depan singgasana yang hancur, sementara dia melihat dari bawah keranjang gantang yang rusak.
Dia berjalan di ruang seni, tanpa melihat, melewati potret berjamur dan baju zirah yang bernoda dan tanaman merambat yang berputar-putar meliuk menerobos jendela tanpa kaca.