Dengan tangan gemetar Tami mengaduk kopinya, lalu melirik jam dinding ruang istirahat. Delapan pagi.
Setiap menit, Johan Syahputra dari penjualan akan berjalan bersiul dengan nada ceria seperti yang dia lakukan setiap pagi ketika dia bekerja di Papirus Mas.
Mengangguk, dia langsung menuju mesin kopi. "Apa kabarmu?"
Tanggapannya selalu sama. "Aku baik-baik saja, terima kasih. Dan kamu?"
"Sama. Baik-baik juga," katanya sambil mengisi cangkirnya dan mencomot potongan roti untuk sarapan sebelum kembali ke hari yang sibuk di semesta kantor kubikal.
Senin sampai Jumat. Sabtu dan Minggu ... out. Tidak ada variasi.
Tapi Tami punya rencana lain hari ini.
Aku tidak baik-baik saja, sialan. Tidak terlalu lama lagi.
Hidup telah memainkan permainan kartu yang buruk dengannya selama beberapa tahun terakhir, dan dia telah kehilangan segalanya. Depresinya menjadi lebih berat daripada baju zirah kesatria meja bundar Raja Arthur dari Camelot.
Setelah nyaris tidak bangun dari tempat tidur pagi itu, dia memutuskan bahwa melompat dari Jembatan Penyeberangan saat lalu lintas padat akan lebih baik daripada memberi tahu orang lain yang masih hidup bahwa dia baik-baik saja.