Aku menjadi curiga kita telah terinfeksi ketika wanita itu berjalan dua langkah dari Toko Buku Pojok Tugu dan ditabrak bus. Rambut ikal hitamnya yang merebak, jeritan klakson, dinding warna seperti transisi adegan. Dia tergambar di aspal.
Aku yakin bukan kecelakaan. Aku yakin.
Pastilah malaikat maut menganggapnya berbahaya karena dia baru saja mencoba memperingatkanku.
Kami bertemu saat minum kopi di Toko Buku Pojok Tugu, bersenda gurau dalam obrolan ringan, Atlas Astronomi yang dia simpan di tasnya, rokok yang kuselipkan di tasku, dan sesaat sebelum pergi dia berbisik, "Menurutmu mana yang lebih dulu, bayangan atau matahari?" Dia kemudian menggelengkan kepalanya. "Kamu tidak tahu, tentu saja. Jadi berhati-hatilah."
Hembusan nafasnya menggelitik telingaku. "Kamu terinfeksi parasit."
Aku tidak tahu apa yang dia maksud, dan tidak ada kesempatan baginya untuk mengklarifikasi.
Mungkin kita alien, berserakan dari asteroid ke bumi, dan inilah mengapa kita begitu aneh.
Kita membangun jalan raya dan sarang kita, dan bagi kita matahari adalah sumber penyakit.
Penghuni Bumi menjadi simbiot kita. Cangkangku ini yang bercabang dari kaki dan berputar dengan sudut matahari, ada di sini sejak aku terpapar udara bumi yang menyesakkan saat keluar dari rahim. Berubah bersamaku.
Memangsaku perlahan.