Lihat ke Halaman Asli

Ikhwanul Halim

TERVERIFIKASI

Penyair Majenun

Skandal Sang Naga (Bab 3)

Diperbarui: 3 Januari 2023   08:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. pri. Ikhwanul Halim

Tiket pesawat diantar keesokan paginya, bersama dengan pasporku dengan nama asli. Aku lega mengetahui bahwa tidak akan bepergian dengan nama samaran. Joko hanya mengubah pekerjaanku, dari 'Insinyur' menjadi 'Wartawan'.

Sebuah pesan yang dicetak terselip di dalam paspor berbunyi: "Anda ditugaskan untuk menulis artikel untuk surat kabar ekonomi. Hal-hal rekayasa seperti yang kamu sudah tahu istilahnya. Bawa kamera video bersamamu. Dan gunakan itu. Bakar pesan ini'. Tidak ada tanda tangan. Itu tidak perlu. Aura Joko Seng melekat di sana.

Keesokan paginya aku sudah berada di Terminal Keberangkatan Internasional Bandara Sukarno Hatta, jauh sebelum waktu keberangkatan. Aku berkeliaran di sekitar kios buku, mengawasi tangga ke ruang duduk.

Ketika dia datang, aku menahan napas. Fotonya tidak menipu.

Dia tidak memakai penutup kepala. Rambutnya yang hitam legam dipotong pendek dan disisir dengan poni di sekitar telinga dan dahinya. Itu cocok dengan kepalanya yang berbentuk lonjong. Dia memakai mantel bulu yang disampirkan di bahunya, di atas setelan gelap. Kakinya tampak seperti iklan stocking. Bahkan jika aku tidak sedang menjalankan misi, aku akan memperhatikan setiap gerakannya dengan penuh minat.

Saat dia datang di sampingku di toko buku, samar wangi parfum---aku tidak tahu merknya, yang jelas mahal---menyertainya. Aku merasa seperti anjing pelacak yang diberi celana dalam untuk mengendus dan disuruh mengikuti aroma itu. Dan jika aku mempunyai ekor, aku akan mengibaskannya dengan sukacita.

Dia membeli majalah Cosmo. Suaranya yang tenang dan berat pasti membuat Yudhi Salim terangsang ketika dia meneleponnya.

Aku mendahuluinya melewati pemeriksaan imigrasi masuk ke gerbang keberangkatan dan dia menyusul kemudian, duduk di kursi kosong tiga baris jauhnya di seberang.

Tak lama kemudian, seseorang bule datang dengan napas terengah-engah seprti habis berlari-lari takut ditinggal pesawat. Aku menebak dia orang Amerika: mengenakan topi LA Lakers kuning, T-shirt Lakers kuning---aku menebak nomor punggungnya 23, dan ternyata benar, celana jeans, dan Nike Air Jordan. Sama sekali tak terlihat sebagai buaya darat saat dia datang dengan seringai berkilau. Dia mengisi kursi kosong di sebelah Ranya Vachel.

Bule itu tampaknya berbicara dengan ramah dengannya, dan aku merasa sedikit iri. Dia kira-kira seumuranku, meskipun jelas penampilan tampak lebih muda dari usianya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline