Lihat ke Halaman Asli

Ikhwanul Halim

TERVERIFIKASI

Penyair Majenun

Jl. Bahagia

Diperbarui: 1 Desember 2022   09:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo by Naseem Buras on Unsplash

"Apa yang terjadi?" sahabat kami bertanya. "Kalian berdua selama ini rukun-rukun saja," kata semua orang.

Aku mengangkat bahu dan mengangguk. Mereka tidak mengerti. Aku juga tidak mengerti. Aku tidak tahu apa-apa, sama  seperti mereka, tetapi aku mencoba memberi mereka sesuatu. Aku mencoba menjelaskan setelah mengangkat bahu. Tapi yang kupunya hanyalah fakta-fakta. Aku tidak punya alasan. Namun, lain kali jika dia menelepon, jika dia menelepon, aku akan mendapat jawaban.

Malam itu udara panas. Gerah. Jenis panas yang hanya bisa dihargai oleh kadal dan kaktus.

Kami punya rencana untuk menonton film. Aku sedang duduk di sofa, minum air dingin bercampur es batu menunggunya, ketika telepon berdering. Dia terlambat.

"Belok kanan di Jl. Bahagia daripada lurus ke Sukajadi. Jalannya berkelok-kelok," kataku, "tapi tidak ada lalu lintas."

"Aku selalu lewat Jl. Sukajadi," katanya dengan nada mencela.

Aku tidak menyalahkan nadanya. Dia memang selalu lewat Jl. Sukajadi. Dia adalah makhluk kebiasaan.

"Bahagia akan lebih cepat," kataku. "Tidak ada lampu, tidak ada lalu lintas. Kita hanya akan melewatkan previewnya."

Melintas di Jl. Bahagia, dia terganggu oleh pemandangan. Ini aku tahu karena dia memberi tahu ketika dia menelepon lagi. Kami telah melewatkan sebagian besar film saat ini, dan aku kehabisan es batu.

"Aku lewat Bahagia. Sungguh pemandangan yang indah, menakjubkan, tetapi mengganggu. Untung saja," katanya, "karena aku mengemudi lebih lambat saat terganggu."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline