Tiwi menarik napas dalam-dalam dan terjun kembali ke bawah. Dia menendang dengan keras untuk mendorong dirinya ke depan, meluncur di atas taman karang yang indah. Formasinya menawarkan pola yang hidup, bentuk yang fantastis, tekstur yang aneh, dan warna unik yang belum pernah dilihat sebelumnya: lebih berani, lebih cerah, dan lebih cemerlang dari yang biasa dilihat pada petualangan-petualangannya sebelumnya.
Dia tidak bisa menahan diri untuk tidak menyentuh koloni karang hijau sambil berenang. Dalam sekejap, seluruh koloni berubah warna, dari hijau menjadi merah.
Tekanan di dadanya meningkat. Paru-parunya serasa terbakar. Dia menarik lengan Miko dengan keras. Cowok itu menunjuk ke atas ke lubang raksasa. Tiwi berenang secepat yang dia bisa melalui pintu alam itu, menyembul ke permukaan.
Sambil menghirup udara sebanyak-banyaknya, dia melihat sinar matahari bersinar di rambut emas Miko dan mata biru Zaki. Mereka secara resmi telah checkout dari hotel belatung yang suram dan memasuki dunia dengan sinar mentari yang indah.
Zaki menatap matanya. "Kita berhasil!"
Dengan napas terengah-engah, Tiwi menjawab. "Ya, dan aku belum pernah melihat yang seperti itu. Ikan itu---"
"Apa kata gue?" Miko menyingkirkan rambutnya yang menutup mata. "Gue udah bilang akan bawa kalian. Kalau perlu gue seret biar nyampe sini."
"Ya, dan aku jamin matamu bakal biru sebelah," kata Tiwi yang membuat Miko tertawa. Dia mengalihkan pandangannya ke atas. Tidak salah lagi, matahari ganda tergantung di langit. "Itu bukan ilusi optik."
"Matahari tiruan. Sekarang gue yakin," Zaki bersikeras.
Miko memukul-mukul air dengan tinjunya, memercikkannya ke segala arah. "Emejing, ya? Yok, kita cari restoran Padang atau warteg, mudah-mudahan bukan tiruan."