Direktur panti jompo Pucuk yang baru memulai hari Seninnya dengan proyek yang telah diprioritaskan oleh dewan direksi. Dapatkan semua surat-surat dan permintaan pasien yang meninggal dikirim segera.
Tidak seperti direktur sebelumnya, pekerjaan itu berarti bagi lelaki ini. Berarti makanan di meja untuk keluarganya, dan atap untuk berteduh di atas kepalanya. Dia akan bekerja keras untuk tempat ini. Di penghujung hari, dia ingin sebanyak-banyaknya kertas itu berambus pergi. Itu akan menunjukkan kepada dewan bahwa dia memang pantas untuk pekerjaan ini.
Pada awalnya, perkamen yang tergeletak di meja barunya tidak diperhatikan oleh direktur. Dia sedang berpikir bahwa dia mungkin butuh asisten untuk membuat segalanya berjalan sedikit lebih cepat. Sebagai hasil dari pemikiran ini, dia duduk di mejanya untuk melakukan panggilan telepon.
Putranya akan membantunya. Dia adalah anak yang baik. Mereka perlu melakukan lebih banyak hal bersama-sama sebelum bocah itu mengira dia terlalu tua untuk hal semacam itu.
Perkamen itu menarik perhatiannya. Benda itu tergeletak di atas mejanya seolah-olah baru saja basah. Bintik-bintik terbakar yang menghiasinya membenarkan ini dalam pikirannya, dan juga memberinya alasan bahwa itu adalah pekerjaan prioritas. Kertas itu tampak penting, terlalu penting untuk diletakkan di kantornya.
Menggores sudut dengan pisau surat, dia merasa geli hanya karena menyentuh kertas itu. Rasanya panas saat disentuh, namun pasti habis disiram setidaknya dua hari sebelumnya.
Nama di belakang membuatnya memeriksa arsip untuk catatan keluarga. Anehnya, tampaknya hanya ada satu kerabat dari Salman Rusydi ini. Tak ada keraguan dalam benaknya bahwa kerabat mendiang akan sama bingungnya dengan dia ketika mencoba menguraikan tulisan dalam kertas-kertas itu. Tapi kemudian, itu akan menjadi masalah si penerima perkamen.
Lima menit kemudian, dia memutuskan bodoh mengirim sesuatu yang tampak begitu penting melalui pos. Pengiriman langsung akan menggantikan waktu yang hilang setelah mantan direktur menelantarkannya. Tidak, itu akan menjadi penggunaan waktunya yang bodoh dan sia-sia.
Dengan pencarian cepat di mejanya, dia menemukan sebuah amplop manila besar dan label panti jompo resmi. Memasukkan lembar-lembar kertas ke dalam amplop, sebuah pikiran aneh muncul di benaknya.
Bagaimana jika kertas itu tidak dimaksudkan untuk kerabat, tetapi orang lain yang diharapkan untuk menerimanya? Pikiran itu begitu bodoh sehingga dia menepisnya dan tetap mengalamatkan paket itu kepada Ratna Rusydi.