"Ibuku adalah satu-satunya yang kumiliki, segala hal yang kutahu. Dan Citraloka mengambilnya dariku.
Maka aku akan mengambil semua yang dia cintai agar dia bisa mencecap asin air mataku, agar dia bisa menghirup amis darahku."
Niranjana, Penyihir Darah dan Air Mata
***
IPDA Agung duduk di mejanya dengan pion di jarinya. Di hadapannya bidak putih. Di seberangnya hitam.
Agung telah kehilangan benteng dan menteri, meski miliknya masih banyak, tetapi hitam lebih banyak lagi. Dan pion yang dipegangnya adalah penentu.
Waktunya tinggal lima hari lagi untuk menyerahkan laporan. Lima hari sampai tugasnya dicabut. Lima hari sebelum dunianya seperti yang dia tahu itu berubah dan runtuh menimpa kepalanya.
Dia butuh satu laporan. Hanya satu. Dia hanya perlu membawa seseorang. Dan hanya penyihir itu yang bisa dia pikirkan.
Agung ia memutar pion di antara jari-jarinya. Ini adalah kesempatan terakhirnya yang terlihat di kotak papan. Jika dia kalah, dia akan bermain dalam kegelapan melawan Entah-Apa. Risikonya besar, tapi begitu juga ganjarannya. Itu merupakan langkah awal, tapi apakah hasilnya sepadan?
Asistennya mengintip dari balik pintu.