"Aku ingin menjadi prajurit istana Galuh," kata Enah sambil bertepuk tangan.
"Aku juga," kata Nyonyon.
Enah merengut padanya. "Hanya perempuan yang bisa menjadi laskar istana Galuh."
"Aku bisa menjadi yang pertama," jawab Nyonyon sambil melipat tangannya.
"Mustahil kamu bisa," kata Enah dengan tinju terkepal.
"Mengapa mustahil aku bisa---"
"Apakah mereka menemukan penyihir itu?" Dikdik bertanya sambil mengangkat kepalanya memandang perempuan tua itu.
"Ya," katanya, "seperti yang dikatakan pandita Bujangga Manik, penyihir itu ada tinggal di sebuah gubuk. Para prajurit yang dikirim termasuk yang paling perkasa di negeri saat itu, dan mereka membawa seorang prajurit baru bersama mereka, untuk menunjukkan kepada gadis muda itu bagaimana punggawa istana bekerja."
"Mereka berbaris menuju ke gubuk dengan serentak dan semangat. Merupakan bagian dari kekuatan terbesar di kerajaan dan belum pernah terkalahkan, selalu menang dalam setiap pertempuran. Mereka menerobos ke dalam gubuknya dengan pedang tajam dan perisai baja, mengharapkan pertarungan yang akan mereka ceritakan selama bertahun-tahun kemudian."
"Mereka mengira akan diserang dengan mantra sihir yang dahsyat, tapi yang menghantam mereka hanyalah bau tuak basi."