Lihat ke Halaman Asli

Ikhwanul Halim

TERVERIFIKASI

Penyair Majenun

Kasus Sang Harimau (Bab 8)

Diperbarui: 12 September 2022   20:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. pri. Ikhwanul Halim

Sambadi bergidik. "Tidak, terima kasih. Bus berhenti di setiap persimpangan untuk menaikkan penumpang dan akan menghabiskan waktu berhari-hari untuk menyeberang. Aku seharusnya tidak bertanya.". Dia mengangkat gelas ke arahku. "Bottom up. Ini tempat yang sangat buruk untuk terjebak, tetapi selama minumannya masih ada, aku akan mencoba menikmati yang terbaik dari kondisi yang buruk ini."

Dia mencondongkan tubuh ke depan. "Apa bidang usaha Anda, jika Anda tidak keberatan aku bertanya?" dia bertanya.

"Teknik kelautan," jawabku singkat. Aku benar-benar keberatan dia bertanya. Saya tidak melihat banyak gunanya memberi tahu tokoh ini bahwa aku baru saja bangkrut.

"Teknik kelautan, ya?" ucap Sambadi. "Banyak pekerjaan untuk bidang itu di sini."

Aku mengangguk, tetapi tidak mengatakan apa pun agar tidak membuatnya bertanya lebih lanjut. Untungnya Kirana muncul membawa nampan dengan dengan nasi goreng yang mengepul menyelamatku dari percakapan yang tak kuinginkan. Celana jinsnya yang ketat membungkus bagian bawah pinggangnya saat dia membungkuk untuk meletakkan piring di atas meja.

Dengan tatapan tak berkedip Sambadi melirik Kirana. Aku merasakan darahku naik karena emosi.

"Nasi goreng ini rasanya merangsang lidah," dia berkata sambal mengedipkan mata padaku, tidak menyadari kalau Kirana adalah kekasihku.

Tanpa menyadari apa yang terjadi, Kirana menggelengkan kepalanya. "Saya hanya menambahkan sedikit cabe, bukan yang pedas," katanya.

"Oh, sudah pasti," balas Sambadi.

Aku rasa sejam lagi Bersama Sambadi akan membnuatku naik pitam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline