Lihat ke Halaman Asli

Ikhwanul Halim

TERVERIFIKASI

Penyair Majenun

Dhia

Diperbarui: 27 Agustus 2022   16:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

cnnindonesia.com

Saat senja semesta tiba, Dhia tahu sudah waktunya untuk melarikan diri. Dia menaiki pijakan yang diikat ke tiang listrik kayu di persimpangan jalan di seberang rumahnya. Enam bulan sejak gempa, penguasa masih belum mengirimkan teknisi untuk memulihkan listrik desa.

Terlipat menjadi dirinya sendiri, dia duduk ditemani burung hantu kecil, perburuannya selesai sudah. Bersama-sama mereka diam. Bersama-sama mereka bernapas. Bersama-sama mereka berkumpul, merasakan pekatnya kegelapan malam, mendengarkan suara bisik-bisik tersamar.

Di seberang jalan, cahaya lampu berfluktuasi dari kamar ke kamar. Dia memanggil Dhia, lembut dan rendah, datanglah jalang kecilku.

Suara itu mendesak sampai dia mencarinya di rak-rak terbuka di aula. Memeluk tiang listrik, Dhia terkenang janin putranya yang berlumuran darah terlepas dari tubuhnya dan merintih menggemakan tangis teredam di dalam bilik.

Berkatilah aku Ayah, Ibu, Kakak, Kakak, Suami, Sahabat dan Kekasih, karena aku telah berdosa. Tapi jangan lupa, tidak satu pun dari kalian kecuali bayiku Adam yang tidak berdosa, jadi kosongkan saku kalian dan biarkan kerikil tajam itu jatuh kembali ke tanah.

Tidak akan ada rajam di sini. Tidak dibutuhkan. Aku siap membayar untuk kita semua.

Setelah selesai, dengan sabuk pinggang dan rasa malunya, dia mematikan lampu minyak tanah. Dalam keheningan, dengungan listrik menyanyikan lagu pengantar tidur di sabuk yang menggantung. Dhia tidur.

Beberapa bulan sebelumnya, ketika Pastor Leo pertama kali datang pada suatu Minggu malam, dia berharap Sang Bapa akan berbicara dan menyelamatkannya. Seorang yang mendengar semuanya dalam Pengakuan Dosa. Tetapi ketika dia berkata, Gael, saya mendengar Anda telah terlihat dalam pengakuan dosa di desa tetangga. Apa aku tidak cukup baik untukmu?

Suami Dhia tertawa. Tidak sama sekali, Bapa. Tetapi jika saya mengaku kepada Anda, Anda mungkin tergoda untuk memberi tahu Janda Emma bahwa saya menipu dia dalam penjualan buah zaitunnya.

Botol berdenting disamarkan tawa mereka dan harapannya tenggelam dalam cairan arak yang dituangkan suaminya ke dalam gelas pendeta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline