Pasti menjelang tengah malam ketika aku mendengar bunyi ketukan bertalu-talu. Terbangun dari tidur nyenyak, aku duduk dan dengan segera menyadari bahwa suara ketukan itu berasal dari pintu kamarku. Terseok-seok, aku membuka pintu. Di luar, Kirana dalam balutan gaun tidur sutra menatapku ketakutan.
"Maaf mengganggu Anda, Tuan Handaka," katanya dengan tatapan penuh harap. "Saya butuh bantuan Anda. Maukah Anda ikut dengan saya sebentar?"
Aku berkata dengan muram: "Ada masalah apa?"
"Pelaut Kuba itu. Kondisinya semakin parah, membuat saya khawatir. Dia terus menggumamkan sesuatu dalam bahasa Spanyol."
"Kenapa dengan dia?" Kekesalanku dibalas dengan mata lebar Kirana memohon padaku.
'Dia sepertinya delusi. Saya pikir dia sedang tidur, tetapi dia tiba-tiba membuka matanya dan mulai berbicara. Dia marah sekali, dan saya tidak tahu harus berbuat apa. Saya pikir Anda mungkin bisa membantu karena Anda tampaknya mengerti bahasa Spanyol, jadi saya membangunkan Anda."
"Baiklah," jawabku. "Aku akan datang dan melihat apakah aku dapat membantu kalian."
Dia menuntunku sepanjang selasar menuju ke sebuah ruangan di ujung lain dekat puncak tangga.
Pria di tempat tidur itu menggeliat kesakitan, bergumam, meracau dan mengigau. Tampak masih muda, rambut hitamnya yang kusut menggantung di dahinya seperti gumpalan benang kusut yang lembap. Tangannya mencengkeram selimut dengan kuat. Tubuhnya kejang-kejang dan matanya menatap tajam dan menakutkan.
Aku pernah belajar bahasa Spanyol ala kadarnya. Setamat SMA, setahun aku mengelilingi Eropa, termasuk Spanyol. Menundukkan kepala untuk mencoba menangkap apa yang dia katakan, sebagian besar terdengar sangat tidak masuk akal bagiku, tetapi aku menangkap kata 'laut' dan 'kapten'. Lalu tiba-tiba dia duduk dan dengan sangat jelas berkata: "Kartika! Kartika!"