Lihat ke Halaman Asli

Ikhwanul Halim

TERVERIFIKASI

Penyair Majenun

Tamtambuku

Diperbarui: 31 Maret 2022   22:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

nationalgeographic.com

Orang-orang di pulau itu hidup sederhana, damai tenang jauh dari peradaban. Mereka terlalu jauh bahkan untuk pengelana yang paling jauh bertualang atau pedagang yang paling serakah terutama karena mereka tidak punya apa-apa untuk ditawarkan.

Perang merupakan kata yang tidak dikenal dan satu-satunya politik di sekitar Hari Hujan ketika para bapak tawar menawar dengan calon besan untuk pengantin bagi putra mereka.

Ikan adalah yang penting. Begitu pula dengan pohon buah-buahan dengan hasil panennya yang bagus. Dan begitu pula Tamtambuku. Mereka semua saling mendukung sebagai sesama penghuni pulau itu.

Setelah Hari Hujan, badai akan datang. Tamtambuku selalu mengingatkan mereka, suaranya terdengar menggelegar saat melintasi kegelapan. Ombak mengaum saat menghantam pantai putih dan hujan akan mengguyur gubuk-gubuk yang reyot.

Tamtambuku selalu menjaga pulau itu. Dan kemudian badai akan berlalu, ombak menjadi tenang dan orang-orang akan keluar ke matahari yang hangat.

Harus ada pengorbanan untuk berterima kasih kepada Tamtambuku. Dia hanya menerima darah, tetapi mereka aman dan mereka dengan senang hati akan memberikannya padanya.

Terkadang Tamtambuku mengunjungi mereka saat mereka tidur. Tidak ada yang meninggal, tetapi mereka yang dikunjungi selalu lebih lemah keesokan harinya. Tapi, dia menjaga mereka tetap aman, dan mereka memberi makan rasa laparnya.

Semuamya di pulau itu bekerja sama. Orang-orang bahagia, seperti para pendahulu yang datang sebelum mereka dan orang-orang yang datang sebelumnya juga. Beginilah cara pulau itu bekerja. Itu adalah pulau Tamtambuku.

Suatu hari, beberapa hari setelah Hari Hujan dan badainya, seorang asing terdampar di pantai mereka. Para lelaki sedang melaut, tetapi para perempuan menemukannya hampir mati di pantai. Pakaiannya aneh dan compang-camping, sama seperti rambutnya. Ketika para lelaki kembali dan dia terbangun sedikit di bawah naungan gubuk dukun, kata-katanya hanyalah sekumpulan suara-suara aneh.

Orang-orang itu mengangkat bahu dan memberi beberapa ikan asap dan menuangkannya air buah yang berapi-api. Para wanita memandikannya, lalu dia tidur dan tidur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline