Lihat ke Halaman Asli

Ikhwanul Halim

TERVERIFIKASI

Penyair Majenun

Mural

Diperbarui: 11 Maret 2022   19:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

liputan6.com

Sangat menyenangkan tinggal di dalam lukisan mural di dinding Museum Sejarah. Lukisan terkenal oleh pelukis realis Harijadi Sumodidjojo, menggambarkan kerumunan besar yang menikmati jamuan prasmanan di era Kompeni. Jika kalian ingin tahu, aku orang yang memakai blangkon dan surjan sedang membawa nampan. Yang tidak kalian ketahui, aku dilukis sebelum kakiku tersandung karpet dan isi nampan itu tumpah di atas meja. Wew, sungguh skandal yang menghebohkan Batavia.

Suhu di museum selalu dijaga agar sempurna untuk semua barang-barang seni yang tersimpan di dalamnya, sinar lampu terang tapi tidak menyilaukan, dan lukisan mural sebagai pusat di ruang pamer yang mewah. Dan, tentu saja, selalu ada orang, dari semua ukuran, bentuk, warna, usia, dan kebangsaan, datang dan berhenti sejenak untuk melihat kami yang sebagian masih telanjang, dengan kekaguman dan penghargaan yang diam. Aku menikmati menonton mereka sebanyak mereka tampaknya senang melihat kami, yaitu lukisan.

Setiap hari selalu ada audiens baru, beberapa siswa seni yang serius dan intens, yang lain hanya mengunjungi museum karena mereka sedang berada di Kota Tua atau berpikir mereka harus menikmati museum supaya dianggap manusia budaya, dan juga tur anak-anak yang menyenangkan---dan sedikit bising.

Beberapa pemandu wisata seharusnya mendapatkan informasi yang lebih baik, walaupun aku tidak dapat menyalahkan mereka karena mereka tidak pernah tahu Harijadi dan tidak hadir pada saat Batavia masih diperintah oleh Kanjeng Ratu Juliana.

Kami semua yang abadi dalam lukisan sibuk mengomentari gaya rambut dan pakaian---juga bentuk lekuk liku tubuh---yang kita lihat sehari-hari. Namun, kami tidak selalu benar-benar mengerti dengan semua tato aneh ini di mana-mana seakan-akan Batavia sekarang merupakan bagian dari Indian Amerika dan melihat kotak kecil yang disebut ponsel. Kami bercakap-cakap dengan sangat halus, berbisik secara rahasia, sehingga pemirsa manusia tidak pernah memperhatikan kedipan mata dan desir suara.

Hanya ketika museum tutup dan lampu utama padam, dan hanya seorang penjaga malam yang melakukan kegiatan rutinnya dengan senter saat meronda museum, kadang-kadang kami merasakan kesepian sebagai bagian tak bernyawa koleksi museum.

Bandung, 11 Maret 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline