Lihat ke Halaman Asli

Ikhwanul Halim

TERVERIFIKASI

Penyair Majenun

Empat Generasi Kartodimejo Pergi Berbelanja

Diperbarui: 5 Februari 2022   09:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

conveniencestore.co.uk

Dua malam menjelang Ramadan di supermarket.

Dinasti Kartodimejo muncul dengan satu perwakilan masing-masing dari empat generasi, seperti sedang mengikuti acara game keluarga di televisi.

Aku mengangkat diriku sendiri kapten tim tak resmi, harus mengakui bahwa aku senang dengan kinerja tim kami sejauh ini. Kecakapan Ayah dalam menavigasi rute labirin melalui batalyon troli yang kelebihan muatan seharusnya memberi kami beberapa poin yang bagus. Bernyanyi bersama diwakili Nenek dan bayi di babak ini dengan sangat antusias, berkat pelatihan khusus selama beberapa bulan terakhir dengan "Medley Nyanyian Bocah" di Youtube menempatkan mereka beberapa langkah di depan para kontestan lain.

Sampailah pada konsensus tentang pertanyaan daging dan ikan: ini adalah sebuah tantangan, dengan begitu banyak pilihan namun tidak ada yang mendukung preferensi menu vegetarian, tetapi kerja tim kami yang terampil membuat kami berhasil pada akhirnya.

Begitu heboh dengan debat antar anggota tim sehingga teman dan kenalan dapat melewati kami tanpa melakukan kontak mata: keuntungan alami dalam hal ini adalah bahwa kami sekarang harus menuju babak jackpot!

Pembayaran di kasir adalah rintangan terakhir kami.

Aku telah mengambil posisi penting, menurunkan perbekalan ke ban berjalan. Di kepala formasi kami, Ayah mengepak barang-barang yang dipindai. Aku telah membuat pengaturan---satu tas kantong untuk sayuran, satu untuk makanan yang dipanggang, satu lagi untuk minuman, dan seterusnya---tetapi tidak berhasil. Ayah terlalu kacau, dan aku harus menerima bahwa kami akan kehilangan poin di sini.

Kartodimejo tertua dan termuda mengawasi semua ini tanpa komentar. Nenek mencengkeram pegangan troli tempat keponakanku bertahta. Mereka mengamati kerja aku dan Ayah dari kejauhan, seolah tugas mereka hanya menunggu. Nenek dalam mantel wol cokelat dengan bulu palsu di kerah dan manset, bayi gemerlapan seperti mawar merah dari pipi sampai sepatu bot kecilnya.

"Ayaaah!" keponakan kecilku berteriak, dan kami semua berhenti dan memandangnya. Tidak hanya keluarga Kartodimejo, tetapi juga kasir gadis dan pembeli yang mengantre.

Aku tidak bisa melihat wajah ponakanku, tetapi dia menunjuk dan mengayunkan seluruh tubuhnya dengan gembira.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline