Lihat ke Halaman Asli

Ikhwanul Halim

TERVERIFIKASI

Penyair Majenun

Menghilang di Tengah Kota

Diperbarui: 5 Februari 2022   06:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

mediaindonesia.com

Kamu dan pakaian yang kamu kenakan untuk menghilang: sepatu datar dengan tumit usang, celana yang cukup longgar untuk menyembunyikan samurai tajam dan batu lempar serta kemeja yang dapat menahan beban malam.

Kamu tahu karena di suatu tempat di dalam salah satu album foto yang tidak dilihat siapa pun lagi, ada foto Emak dengan pakaian untuk menghilangnya. Satu-satunya yang kamu bawa ketika meninggalkan rumah dan dia tidak ada lagi untuk memberitahumu untuk tidak melakukannya.

Dalam pencahayaan yang buruk di unit rusunawamu, kamu menempelkan potret itu ke bohlam yang telanjang. Seperti biasa kamu melihat ke kakinya. Potret Ini sebelum dia bekerja shift malam di bandara, sebelum kakinya bengkak dan kuku kakinya menjadi tebal dan berkerak. Dalam gambar, dia memiliki kaki yang kamu bayangkan seperti kaki Cinderella atau Zaskia Gothik, ramping dan langsing. Garis-garis indah pembuluh darah yang begitu halus, terlihat seperti dilukis seorang seniman.

Emak berdiri tegak, kepalanya dimiringkan ke samping dan siapa pun yang mengambil potret itu menangkap saat menghilangnya dimulai. Ada gumpalan asap yang mengelilingi tangan kiri Emak dan tidak peduli seberapa banyak kamu menyipitkan mata, kamu tidak bisa melihat telinganya.

Melihat fotonya sekarang, semua keraguanmu berubah menjadi bakso daging yang melewati ginjalmu untuk menempati ruang kosong di sebelah jantung.

Ketika kamu akan meninggalkan unit rusunawamu, kamu berhati-hati mencabut setiap peralatan dan mengunci erat satu jendela di dekat tempat tidur. Dengan susah payah memeriksa kulkas mini, memasukkan stoples setengah penuh dan sebagian besar wadah plastik kosong ke dalam kantong sampah di bawah tempat tidur. Oh ya, kamu juga membuang tanaman seledrimu. Tidak masalah, semua daunnya berubah menjadi cokelat.

Hal yang lucu tentang naik kereta di pusat kota sendirian pada pukul empat pagi. Tanpa siapa pun untuk diajak bicara, kamu punya keesempatan memperhatikan hal-hal lain. Seperti baunya. Setiap orang yang pernah mabuk malam itu dan setiap malam lainnya, setelah itu semua secara bersama-sama memutuskan untuk naik kereta dan di mana pun kamu duduk, tidak bisa lepas dari aroma memabukkan.

Pertama-tama duduk di gerbong kedua paling akhir, di salah satu dari dua tempat duduk di dekat pintu darurat, tetapi gelombang udara bertekanan yang terus-menerus dari ventilasi di atas membuatmu terlempar ke kursi di tengah gerbong, di mana lampu lebih terang dan panas dari pintu yang terbuka dapat membasahi tubuhmu yang meringkuk.

Ketika kereta menjauh dari Stasiun Kota, Anda melihat sekilas seorang pria yang sangat tinggi. Kepalanya nyaris menyentuh langit-langit yang kelabu. Saat kereta lain mendekat dari arah berlawanan, kamu merasa waktu melambat, cukup bagimu untuk menangkap pria jangkung itu melambaikan jari-jari kerangkanya ke arahmu. Di pergelangan tangannya, dia memakai gelang akar hitam.

Meskipun kamu belum pernah melihatnya dalam kehidupan nyata, kamu memikirkan seekor gagak yang besar memenuhi seluruh gerbong kereta. Bau hujan asam di sayapnya sudah cukup untuk merontokkan rambut di hidungmu.

Sekelompok gadis dengan rambut yang lurus warna warni pelangi, tidak bisa berhenti membicarakanmu di balik tangan mereka yang menangkup mulut. Kamu memikirkan cangkang yang kamu gunakan untuk mendengar suara laut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline