Lihat ke Halaman Asli

Ikhwanul Halim

TERVERIFIKASI

Penyair Majenun

Cerpen: Timun Suri di Hari Lebaran

Diperbarui: 13 Mei 2021   20:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Timun suri. Sumber gambar: trubus.id

"Aku akan sampai di rumah kurang dari dua puluh empat jam," kata Ucok kepada Amang.

Inang mungkin sedang memasak lodeh untuk pasangan lontong medan kesukaannya.

"Abang beneran mudik tahun ini? Tapi jangan bikin heboh macam dulu itu!" Lamria, adik perempuannya yang semakin menyebalkan, tidak mengerti apa yang dia coba katakan lima tahun lalu, dan dia pasti tidak akan mengerti.

Panas hati membuat Ucok tak langsung masuk. Tiga batang rokok gagal membuat kepalanya dingin. Menunggu Amang keluar memberitahunya untuk masuk.

"Mungkin feeling orang tua itu sudah tak setajam dulu lagi." Dan dia terbatuk-batuk sampai dadanya nyeri.

Aroma opor ayam dan semur jengkol berikut daun ubi tumbuk adalah kenangan yang berkerak di dasar ingatannya. Dari jauh terdengar rombongan takbir keliling bocah menabuh beduk sambil menyerukan takbir. Bunyi-bunyian bertarung dengan ledakan mercon melayang tertiup angin, menabrak selaput timfani Ucok seperti gelombang tsunami.

"Paten juga usaha kau, dik, tetapi sekarang aku sudah sampai di sini. Mau apa kau, hah?" Ucok membanting pintu mobil. Di jendela ruang makan rumah keluarga, ada siluet lain duduk di meja. Tampaknya seorang laki-laki muda seukuran dia, tetapi rambutnya acak-acakan. Dia berpikir sejenak tentang membiarkan rambutnya tumbuh gondrong, tapi perhatiannya kembali ke bentuk tubuh yang duduk di sebelah Lamria. Adiknya itu tak punya kawan. Mana ada laki-laki yang tertarik sama cewek yang suka manjat pohon dan berkelahi dengan anak laki yang jauh lebih besar?

Siapa pun cowok yang duduk di samping Lamria, pesta baru ini, dia pasti telah salah mendapatkan informasi tentang adiknya. Ucok mendengar seseorang berkata, "Biarkan saja jendelanya terbuka, dapur perlu sirkulasi udara." Itu terdengar seperti suara Inang, tetapi jika dia tahu Ucok ada di sana, dia akan keluar sambil memegang sepiring lontong opor lengkap dengan daging ayam dan semur jengkol atau sesuatu yang bodoh seperti itulah.

Dia menemukan sebiji timun suri di samping. Amang selalu menanam sendiri untuk dimakan di bulan Ramadan. Ini pasti disisakan untuknya. Buah itu dimasukkan ke dalam mobil, di kursi penumpang depan.

"Takkan kubagi dengan cowok si Lamria, Amang menyisakan ini untukku." Dia mencibir pada pantulan wajahnya di kaca spion.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline