Lihat ke Halaman Asli

Ikhwanul Halim

TERVERIFIKASI

Penyair Majenun

Pocong di Pantai

Diperbarui: 28 April 2021   21:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: pinterest/Arzu Gul

Pocong melompat-lompat menyusuri pantai. (Sungguh, aku ingin memberitahu nama pantainya seperti yang tertera di Google Maps versi terbaru, tapi katanya tidak etis menyebutkan lokasi karena bisa menyinggung warga lokal. Buntutnya berupa tuntutan permintaan maaf di atas materai).

Saat itu awal musim kemarau. Dia memakai kacamata hitam dan topi lebar untuk menutupi kapas yang menutupi lubang-lubang di wajahnya. Tidak, dia bukan dari kesatuan. Bukan juga aparat.

Cuaca hangat, di hari musim kemarau tahun 80-an. Tepatnya 2084.

Pocong itu baru saja memulai liburan semester. Ya, Dia seorang guru seni di sekolah menengah setempat. Dia bermain gitar.

Burung camar melayang di sekitar tebing. Sekelompok tuyul bermain bola voli pantai di atas pasir. Pohon kelapa menjulang berjajar di pinggir pantai.

Pocong itu melompat tanpa peduli dunia atau bukan dunia.

Dia sebetulnya ingin berlibur ke pantai lain di pulau lain liburan itu, tetapi untuk saat ini dia puas hanya dengan bersantai di pantai terdekat.

Dia melompat melewati beberapa penjual lukisan di trotoar dekat lapak penjual kelapa muda. (Tadi aku menulis 'kepala muda', tapi segera kuganti).

Seorang kuntilanak menjual gambar impresionisme tentang seorang kuntilanak memegang lukisan impresionisme di trotoar lapak penjual kelapa muda bawah pohon kelapa yang menjulang dengan matahari bersinar di tangannya. (Yang 'ditangannya' adalah lukisan,  bukan matahari).

Si Pocong terkesan. Dia melihat jin ifrit menjual gambar hitam-putih dari Bob Marley dan daun mariyuana. Dia terkekeh dan terus melompat. Di sepanjang pantai, berbagai makhluk gaib mengendarai ATV, menunggang kuda, berjemur, dan memasang tali pengikat. Pocong merasa pantai sebagai rumahnya.

Kemudian dia memutuskan untuk makan cumi bakar. Dia mengunjungi lapak seafood favoritnya: Awak Bangai. Dia memesan cumi bakar dan kerapu asam manis dan kelapa muda. Saat makan, dia melihat mural di reruntuhan benteng peninggalan penjajah. Salah satu artis grafiti lokal, "Gentuet Hayeu," melukis raptor genderuwo di dinding. Warna merah pecah dan pirus lazuli itu disandingkan dengan burung gagak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline