Kami hanyalah remaja yang sedang mencari jati diri.
Bocah-bocah berhati baja dengan mata nyalang menantang dunia. Kami melepaskan tali dari sepatu Warrior dan menjadikannya pengganti sabuk. Rambut kami gondrong sebagian, dan kalau tertangkap polisi, kepala kami digunduli hingga lecet-lecet botak licin berkilau bagai telur pindang. Yang tatonya paling banyak menjadi ketua gang. Jaket kulit dengan gambar tengkorak bersayap tak pernah lepas dari badan bahkan saat kami tidur di bangku taman. Tembok kota kami nodai dengan nama gang yang ditulis dengan cat semprot. Kami melempari lampu jalanan, membongkar telepon umum untuk mendapatkan koin logam, dan menyeka darah yang mengucur dari luka kami. Ibu kami tidak mengenali kami lagi. Tinju kami selalu terkepal, rantai dan roda berputar. Musik kami keras, dan keras adalah hidup kami.
Saat itu tahun 1971. Kami hanyalah anak-anak. Hanya itu yang kami tahu.
Selamat Hari Ayah!
Cakung, 12 November 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H