Dia masih punya sebatang rokok yang diambilnya dari saku di balik lencana sekolah.
Rokok itu diambil dari jas papanya pagi tadi. Dengan ibu jari dan telunjuknya, dia menarik rokok tersebut seolah-olah dia menarik sepucuk sapu tangan sutra dari topi tukang sulap, dan saya mundur sedikit.
"Tinggal sebatang ini," katanya, "tapi aku tak keberatan berbagi."
"Kamu memang luar biasa," kata saya.
Gumpalan asap mengawang lembut. Kemudian dia menyodorkannya. Saya gagal menahan batuk. Dia seorang ahli, bisa menghembuskan asap lewat lubang hidung dengan bibir terkatup.
Mobil-mobil melaju di jalan raya. Seluruh dunia bergegas terburu-buru, tapi kami memanfaat waktu yang ada.
Saya biarkan dia menghabiskannya. Lalu dia melempar puntung ke semak-semak.
"Waktu yang sama besok?" dia bertanya.
"Sip," jawab saya sumbang.
Selama tiga hari berturut-turut, kami bertemu di belukar antara sekolah dan jalan raya, dan dia mengajari saya segala cara yang dia tahu tentang menghembuskan asap rokok.