Sepotong bulan sabit tergantung di langit malam yang masih mendung sehabis hujan. Dingin.
Apa yang kudengar hari ini dalam perjalanan panjang ratusan kilometer menempuh jalan aspal yang terkadang bergelombang residu gempa bumi yang kerap terjadi. Teror. Keserakahan. Isu. Pengalihan isu. Anggaran terlambat. Pemilihan mendatang. Teror. Teori konspirasi.
Sarapan pagi yang diburu-buru mengejar waktu tengah hari di jalan, hari Jumat. Masih menahan kantuk yang sulit diajak negosiasi. Dendeng paru dan telor matasapi. Teror di televisi. Masih pengemis yang sama setelah lima tahun menengadahkan tangan kepada setiap pejalan kaki.
Pemandangan yang nyaris tak berubah setelah 7 tahun (?) kutemui sepanjang garis marka jalan negara yang menghubungi antar desa, kecamatan, kabupaten. Tentu penguasa berganti nama. Soal kelakuan tak pasti. Menyabung argumen kelayakan penentuan pemekaran. Argumen dihadapkan dengan argumen cermin asimetri. Diskusi.
Singgah mengosongkan kantong kemih untuk segera diisi dengan secangkir kopi. Kembali berargumentasi tentang hal remeh temeh bumi manusia yang padat produksi, sembari menguji sistem memori neurosains kausalitas antar rezim dengan mengabaikan diksi. Teror di kanal berita televisi.
Mendaki. Keindahan berselubung kabut kanan kiri, sesekali berhenti untuk menangkap panorama dalam bentuk berkas digital terkalibrasi, mengukur jarak tempuh karena tergelincir sudah matahari. Kandungan kantong kemih yang meluap minta diganti. Sejenak lupa akan pro kontra cinta benci. Lagi.
Menurun, menuju makan malam, angin menghilang, kabut melayang di atas danau tenang. Hujan, sinyal sayup tak hendak sampai. Gelap, mati lampu tiga kali. Debat kusir tentang sumber energi tak henti-henti. Ikan nila asam jing dan sambal tiram, tapi tak ada depik? Apa boleh buat. Jangan lupa avocado kopi.
Kembali mendaki jalan ke persinggahan untuk merehatkan raga dan hati. Sinyal kembali meski setengah mati memutar seratus sembilan puluh tiga derajat arah barat hanya untuk membuka dinding dan menemukan pro kontra takut-tak-takut. Teror di jejaring, wajah-wajah mati. Betina paruh bebek dan iblis topeng besi.
Sepotong bulan sabit tergantung di langit malam menyuruh tidur. Aku mengirim imajinasi beribu rindu untuk orang-orang yang kukasihi. Oh, damailah di bumi!
Takengon, 15 Januari 2016