Ketika tulisan ini dibuat sebenarnya hanya untuk mengungkapkan kebodohan penulis akan teknologi yang sebenarnya biasa saja namun bagi penulis luar biasa. Berawal dari tinta bolpen yang bisa dihapus, ya bolpen karena selama ini tidak pernah terbayang bagaimana tinta bolpen yang sudah tergores di kertas bisa di remove begitu saja namun tanpa menggunakan tip ex.
Tetapi inilah yang terjadi berawal ketika tiba musim exam minggu lalu, penulis dipinjami satu bolpen oleh teman yang ternyata tintanya dapat dihapus dengan istilah remove by friction. Ya hanya dengan menggosokkan ujung bolpen yang menyerupai seperti penghapus dan hasilnya lenyaplah tintanya. Yang akan dibahas bukanlah bolpennya namun dari bolpen inilah yang menjadi sumber inspirasi penulis untuk mengandaikan sebuah teknologi energi mandiri dengan gesekan atau energy by friction.
Jika dilihat dari judulnya penulis mengangkat tulisan ‘Langkah kaki untuk sebuah energi mandiri dari sekolah’. Kenapa harus dari sekolah?Baiklah, salah satu alasan utama adalah karena lingkup pekerjaan yang ditekuni penulis saat ini adalah sebagai pengajar di sebuah sekolah di Jayapura, yang setiap harinya berinteraksi dengan siswa, sehingga itulah yang pertama kali muncul dari benak penulis.
Berarti jika diganti dengan energi dari kantor sendiri?energi dari jalan? Silahkan sah-sah saja tinggal diganti 2 kata terakhir dari judul ini. Untuk alasan lainnya kenapa harus dari sekolah? pembaca dapat menemukannya ketika tulisan ini selesai dibaca.
Penulis bukanlah ahli teori fisika apa lagi teknologi aplikasi. Namun penulis masih ingat ketika duduk di bangku SMP, saat itu teori tersebut diajarkan oleh seorang guru fisika di salah satu sekolah ketika penulis bersekolah di Bandung (hampir dua puluh tahun yang lalu, dan juga ini bukti jika saat ini penulis berusia lebih dari seperempat abad). Beliau mengatakan ketika terjadi gesekan sebenarnya akan menghasilkan energi. Dengan me recall apa yang beliau katakan, daripada energi tadi terbuang percuma lebih baik di daur kembali.
Krisis energi rasanya tidak akan ada habis-habisnya jika dibahas, efek domino dari pemanasan global hingga perubahan iklim adalah salah satu dampak dari eksploitasi sumber energi. Pemakaian Non renewable energy seperti energi fosil adalah biang keladinya. Tetapi, dari pada kita membicarakannya dengan keluhan baiklah adanya kita mengandai-andaikan jika nanti ternyata bisa tercipta teknologi energi friksi mandiri seperti mengandaikan teknologi ruang dan wakunya ‘Pintu Doraemon’ atau si dokter ajaib Robot ‘Baymax’ di film Big Hero 6. Bukankah kata orang bijak imajinasi itu adalah mimpi yang dapat digapai jika kita terus berkarya untuk mencapainya.
Sebuah sekolah jika memiliki rombongan belajar yang besar tentunya akan memiliki potensi yang besar. jika penulis membahas dari sisi energi maka yang akan dibahas adalah kebutuhan energi dan potensinya menghasilkan energi.Penulis akan bahas dari kebutuhan energi terlebih dahulu.Kantin sekolah misalnya dapat dikatakan sebagai penyedia energi bagi siswa dari makanan yang disediakan, namun juga membuang energi dari sampah yang dihasilkan. Kebutuhan energi listrik di sekolah umumnya masih bergantung pada sumber yang sama yaitu PLN.
Jika dihitung-hitung secara kasar kebutuhan energi di sekolah pasti akan meningkat seiring pemanfaatan IT untuk pembelajaran maupun membantu tugas administrasi guru di sekolah. Karena saat ini laptop atau notebook bukanlah barang mewah di sekolah, seiring dengan tuntutan kurikulum dan profesionalisme guru. Tidak ketinggalan pula dengan siswa, hampir setiap siswa saat ini memiliki smartphone (bahkan lebih terupdate jika dibandingkan gurunya).
Salah satu hal nyata dan pasti akan terus berlangsung adalah daya baterai smartphone yang tidak dapat bertahan sampai satu hari,artinya perlu di recharge. Jika di survei setiap guru dan siswa yang membawa smartphone ke sekolah pasti pernah mengalami hal ini. Bisa di bayangkan ada berapa banyak guru dan siswa di satu sekolah dan sekolah lainnya yang dalam waktu bersamaan me recharge dan sekaligus memakai energi tanpa berpikir bagaimana mengembalikannya lagi. Itupun belum termasuk pemakaian energi listrik untuk penerangan dan alat elektronik lainnya di sekolah yang sama.
Bebicara tentang potensi sekolah seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya, sekolah dapat menjadi sumber pembelajaran bagaimana cara menerapkan efisiensi energi dan bukan tidak mungkin bahkan berpotensi menjadi sumber pembelajaran pemanfaatan energi alternatif . Sambil menghemat penggunaan energi listrik dari PLN misalnya, kenapa tidak dikombinasikan dengan instalasi panel surya (solar cells).
Demikian pula dengan sumber energi lainnya yang penulis coba kemukakan, dihasilkan dengan langkah gerak kaki melalui gesekan/friksi yang terjadi. Dapat dibayangkan jika jumlah siswa di satu sekolah yang rombongan belajarnya besar,maka energi dari gesekan langkah kaki dengan permukaan lantai pun akan lebih banyak pula dihasilkan. Lantas bagaimana cara mewujudkannya? ya memang penulis tidak bisa menjelaskan teknisnya, itulah sebabnya penulis mengunggah tulisan ini di laman kompasiana dengan harapan pembaca yang budiman ada yang handal di bidang ini lalu menciptakannya.