Lihat ke Halaman Asli

Ayah Farras

mencoba menulis dengan rasa dan menjadi pesan baik

Pasar Thrifting Baju Bekas, Modal "Cepek" Bisa Dandan dan Dampaknya

Diperbarui: 22 Maret 2023   11:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KOMPAS.COM/ IRA GITA

Banyak cerita yang tersiar perihal pakaian bekas impor dari jadi pembicaraan hingga adanya larangan resmi Pemerintah. Latar belakang adanya larangan thrifting ini sendiri memang banyak faktor khususnya seputar industri tekstil dan fashion dalam negeri . 

Alasan utamanya ada yang mengatakan bisa membunuh kehidupan industri tekstil lokal dan juga dunia fashion. Harganya memang sangat jauh jaraknya hingga menjadi surga kecil bagi penikmat "fashion" ber-budget cekak.

Kenya menjadi salah satu negara yang mengalami dampak langsung karena negerinya merasakan kejamnya gerusan murahnya thrifting yang masuk ke negara tersebutDikabarkan beberapa dekade lalu sekitar 500 ribuan pekerja terlibat dalam dunia industri tekstil. Sekarang hanya menyisakan 20 ribuan karena derasnya pakaian bekas impor yang masuk ke negara tersebut.

Kondisi tersebut bukanlah tanpa sebab karena banyak hal mendorong percepatan tumbuhnya bisnis thrifting. Faktor Fast Fashion jadi pendorong utama munculnya thrifting dan masuk ke negara-negara yang mudah menerimanya salah satunya Indonesia.

Munculnya Fast Fashion tentunya menjadi trend karena percepatan industri fashion menyebabkan penikmat fashion cepat berganti pakaian yang hanya dipakai beberapa kali. Inilah yang menjadi cikal bakal limbah industri fashion dan tentunya perlu pemikiran cepat bagaimana caranya membuang atau mengalihkan ke tempat atau negara yang tepat membuangnya atau menjualnya.

Tak perlu lagi membahas lebih dalam bagaimana proses cara membuang dan menjadi bisnis "gula" yang manis dan nikmat dirasakan. Aktifitas jual beli thrifting inipun membuat kebakaran jenggot para pelaku industri tekstil fashion di Indonesia hingga mendorong kebijakan larangan impor thrifting secara ilegal. Agak terkejut juga mendengar kata larangan ilegal sebab artinya jika legal boleh dilaksanakan dong. ah, sudahlah kita tak akan lagi membahas diksi ilegal dan legal karena memang akan memusingkan. 

Bila pelarangan impor thrifting pakaian bekas dilarang, lakukan saja secara tegas dengan alasan yang lebih tepat yaitu melindungi para pelaku industri tekstil dan fashion.

Selain melindungi pasar tekstil dan fashion Indonesia ada lagi alasan non komersial yang tepat selain itu yaitu menghindari banjirnya limbah fashion yang nantinya berujung pada penumpukan sampah atau limbah tekstil yang tak tertangani dengan baik atau melindungi pelaku UMKM.

Masyarakat pada umumnya tetap membutuhkan kebutuhan sandang yang baik dan layak pakai dengan harga terjangkau. Persoalan brand bergengsi hanya penopang menjadi lebih keren lagi jika bisa beli dengan harga yang murah. 

Persoalan yang sama sempat menggelitik dan terlontar dalam cuitan di medsos. Jika impor thrifting baju bekas mengganggu industri tekstil dan fashion nasional, mengapa impor beras tetap berjalan ? bukankah hal tersebut memilliki kemiripan ? apa bedanya ? beras impor pasti mau tidak mau mengganggu pasar beras lokal. Petani jadi bagian mata rantai yang dirugikan namun teriakannya hilang tersapu angin.

Bahkan seorang aktivis 98' pun mengaku membeli jasnya untuk sebuah pelantikan di DPR di pasar thrifting di satu wilayah di Bandung dan rasanya seperti ada pesan tak bisa menyalahkan munculnya thrifting.

Ada satu kesempatan di waktu lalu menjelang lebaran saya pun merasakan nikmatnya berseluncur di pasar baju bekas. Rasa puas dalam hati merasakan hanya modal seratus ribu rupiah membeli celana jeans, kaos dan jaket yang menurut saya sangat fashionable karena ada brand favorit yang menempel dari hasil belanjaan tersebut.

Utamanya adalah kebutuhan sandang akan terus jadi ruang pasar yang bagus bagi perekonomian nasional. hal ini yang tentunya jadi tantangan para pelaku industri tekstil dan fashion nasional dan juga para pemangku kebijakan yang bisa terus menyediakan keterjangkauan harga kebutuhan pakaian tanpa takut adanya pasar thrifting yang sepertinya masuk pada diksi legal dan ilegal. Kalau yang dilarang adalah impor yang ilegal artinya yang legal boleh dong dilakukan. Tentunya kebijakan yang tegas dibutuhkan dalam hal ini jika konteksnya melindungi pasar lokal dan pelakunya.

(Isk)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline