Marak orang bicarakan pengganti Edhy Prabowo paska kena tangkap OTT lalu. Laut Indonesia yang luas punya potensi yang cukup bisa diandalkan bagi kemakmuran rakyat. Tentu potensi yang berlimpah ini sangat diharapkan dipegang oleh satu menteri yang kompeten di bidangnya. Tak hanya kompeten tapi ada lagi yang sangat penting yaitu bisa tahan rasa 'ngiler' dari uang korupsi.
Tak hanya rasa ngiler yang bisa bikin banyak pejabat tinggi yang buat rakyat jadi kesal. Lingkup kerja seorang Menteri selalu bikin pening kepala rakyat juga karena tak bisa lepas intervensi politik dan partai. Pengusaha dengan banyak putaran otak selalu dapat celah jalan masuk guna mendapatkan yang diinginkannya.
Susi telah tuntaskan tugas dan akselerasinya di periode Jokowi I. Tak ada yang tidak mulus dalam jalankan kebijakan saat Susi menjabat Menteri KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan). Mulai dari kebijakan cantrang sebagai penangkapan ikan berbasis lingkungan untuk menjaga ekosistem laut, tenggelamkan kapal pencuri asing, perizinan perikanan sampai kebijakan stop ekspor benih lobster.
Rasanya hampir semua kebijakan Susi berlawanan arah dengan kebijakan Edhy. Terlihat frontal dan sangat tergesa-gesa. Entah apakah itu kebijakan murni atau memang pesanan? Itupun jika boleh kita menduga-duga sebab tak perlu proses lama merubah kebijakan Susi.
Edhy Prabowo sesungguhnya mudah-mudah saja jalankan tugas dan perannya sebagai Menteri KKP. Diskusi yang intensif dengan Susi ambil intisari langkah Susi dan jangan lupa agar tidak korupsi. Itu pun kalau Edhy mau, nyatanya?
Bukan asal-asalan saja setiap kebijakan dikeluarkan Susi. Jelas Susi adalah bagian keluarga besar nelayan yang tahu asinnya laut dan gurihnya jenis-jenis ikan. Susi tahu tantangan yang dihadapi dengan pasang badan berhadapan langsung dengan yang kontra atas kebijakannya tentu saja ada pengusaha skala besar yang memang mungkin saja sudah ada sebelum Susi ada. Nyatanya Susi santai dan sukses mendarat pada akhir masa jabatan sebagai Menteri KKP tanpa menyisakan jerat hukum. Hanya kenangan manis atas buah kerja yang dianggap usai dan berharap bisa diteruskan oleh menteri selanjutnya.
Lantas bagaimana bisa Edhy Prabowo yang baru setahun menjadi menteri KKP terjengkang? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Rabu (25/11/2020) dini hari.
Bisa saja sudah banyak yang menduga kejadian tangkap tangan KPK ini. Kebijakan Edhy sendiri seperti bukan tak mungkin seperti istilah "no free lunch" Alias tak ada makan siang yang gratis. Kebijakan membuka kran ekspor benih lobster berbuah manis. Diduga 9,8 miliar uang suapan terkait izin ekspor benih lobster masuk ke rekening penampung dan digunakan Edhy untuk bersenang-senang.
Biarlah kelanjutan proses hukum terus berjalan dan usut siapapun semua yang terlibat. Bahkan ada nama-nama yang mengejutkan seperti Staffsus yang kini juga menuai kontroversial karena latar belakang kepartaian. Ada juga nama yang sungguh tak asing bagi publik seperti Ali Mochtar Ngabalin yang memang ikut dalam rombongan Edhy ke AS dan juga jadi saksi penangkapan di Bandara Soekarno-Hatta. Entah apa kaitannya dua nama tersebut biarlah KPK yang rapihkan dan kita semua sangat berharap rapih-serapihnya alias terang benderang.
Tamat sudah riwayat Edhy kini semua perhatian tersedot ke nama pengganti. Ramai sudah disebut- sebut beberapa nama. Ada nama Sandiaga Uno, Susi dan usulan nama dari Parpol yang santer dari Golkar dan PDIP. Jelas KKP adalah tempat basah dan menarik untuk disentuh dengan potensinya yang menggiurkan.