Lihat ke Halaman Asli

Ayah Farras

mencoba menulis dengan rasa dan menjadi pesan baik

Tergelitik Corat-coret Politik Negeri nan Kaya

Diperbarui: 18 November 2020   23:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Detiknews.com

Kemarin teriak dan kini teriak hingga esok dan lusapun teriak. Ah.. Betapa letihnya badan dan kepala bila terus begini. 

Entah apa yang bisa kusapa tentang hari. Semua sibuk dengan gemuruh tiada henti hingga lepas batas kata. Rasanya dahulu tak seperti ini gumam hati salah seorang rakyat yang juga ikut pusing sambil benahi lapak pakaiannya karena sudah larut malam. 

Bukanlah pertikaian yang utama dan bahkan terus digemakan apalagi di kondisi pandemi Covid 19 menjepit ruang gerak. Wahai tuan berdasi lihatlah jerit dan isak tangis di pojokan emperan pasar kaget yang sepi jelang larut malam. Entah berapa yang didapat hasil niaga hari ini. 

"Maafkan nak bila bapak tak cukup bawa uang untuk makan malam ini" Begitulah kata-kata yang sedang dipersiapkan untuk anak-anak sang pedagang gorengan jika sampai rumah nanti sekalipun sang anak memesan untuk dibelikan kuota untuk belajar sekolah online pagi esok. 

Rasanya Pemilu (pemilihan umum) lima tahunan adalah bagian politik yang rakyat paling tahu. Kenapa rasanya koq ya bukan lima tahunan tapi setiap hari tersiar kesengitan saling sembur berdalih bagian proses politik? 

Politik sudah seperti industri yang bergulir tanpa batas waktu tertentu. Kalau memang hasilnya terasa bagi kaum jelata utamanya monggo saja lakukan. 

Imbas pertikaian terbuka penguasa dan oposisi jelas terasa aromanya menyengat. Aksi dukung mendukung jagoannya seperti transaksi jual beli di pasar. Hari ini siapa membeli dan siapa hari esok giliran membeli. 

Bang Nasir seperti kesal karena berapapun tenaga dan keringat dikerahkan namun tak kunjung hasil yang signifikan. Hasil dagangnya hari ini rasanya tak menutup modal dan sementara esok ia mesti belanja lagi untuk bahan dagangan yang dijajakan. 

Bang Nasir sempat bingung karena memikirkan orang-orang yang sibuk bertikai dalam sengitnya silang pendapat. Apa mereka bergaji atau sudah aman kantongnya karena hanya 'itu' pekerjaan sehari-harinya. Lantas kenapa bang Nasir jadi ikut memikirkan mereka? Hayooo bang Nasir.. Kalau ikut memikirkan mereka yang bertikai malah besok jadinya tidak berjualan. 

Sempat ada yang bilang bahwa ini namanya juga tahun politik. Tahun politik? What? Tahun politik koq sepanjang tahun? Lantas kapan tahun makan-makannya ya kan bang Nasir dan kawan-kawan serta keluarganya menanti adanya tahun makan-makan. Kalau tahun politik ya rasanya sudah biasa dilalapnya mau tak mau dan terpaksa. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline