Lihat ke Halaman Asli

Ayah Farras

mencoba menulis dengan rasa dan menjadi pesan baik

Bertemu Musuh "Bebuyutan" di Antrian Maaf-maafan, Saya Harus Lakukan Apa?

Diperbarui: 22 Mei 2020   14:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Jangan pernah canggung dan malu jika punya salah kepada setiap orang. Hampiri dan ucapkan kata maaf dan lepaskan semua menjadi senyum yang sumringah. Tentu saja sebagai manusia bisa saja tak sempurna seperti yang digambarkan dalam tulisan."

Saling memaafkan jadi momen yang rutin dilakukan saat Iedul Fitri. Keliling dan saling berkunjung ke rumah-rumah tetangga dan bincang-bincang. Suasana saling memaafkan terasa syahdu sekali sambil menikmati penganan hidangan lebaran.

Biasanya setiap jalan atau gang penuh dilalui orang yang lalu-lalang untuk bermaaf-maafan. Jadi seperti rombongan semut yang bertemu di dua arah berlawanan. Berbaris bersalaman sambil jalan hingga pada barisan terakhir.

Tak ada perasaan atau pikiran yang menegangkan atau muncul prasangka apapun, pokoknya semua harus ditumpahkan jangan lagi tersisa. Seperti apa kata operator di pom bensin " Dimulai dari nol ya pak, bu,"

Jangan pernah canggung dan malu jika punya salah kepada setiap orang. Hampiri dan ucapkan kata maaf dan lepaskan semua menjadi senyum yang sumringah. Tentu saja sebagai manusia bisa saja tak sempurna seperti yang digambarkan dalam tulisan.

Ada kalanya muncul rasa tak berketerimaan atas rasa kesal dan marah yang pernah terjadi. Tak semudah dan tak secepat kilat juga bisa keluar kata maaf.

Suatu hari dalam antrian yang panjang tahun 2000-an berbarislah rombongan dua arah yang saling maaf-maafan di ruang terbuka. Semua tersenyum lebar dan keluar kata " Minal aidin ya pak, bu, mas, dek...mohon maaf lahir dan bathin," sambil terus bergerak menuju penghujung barisan. Saya pun terus maju juga dengan menyodorkan tangan. Hingga di barisan hampir penghujung saya melihat sesuatu yang jadi pertarungan bathin, begitupun dengan orang yang melihat saya tersebut. Kami berdua seperti enggan dan malas untuk maju walaupun desakan barisan tetap memaksa untuk terus maju. Kami musuh bebuyutan atau musuh lama yang bertemu kembali.

"Konflik dan rasa bersalah memang tak baik disimpan berlama-lama dan berakibat beratnya langkah ke depan dan mengganggu setiap gerak kita"

Entah apa yang membuat kami berdua seperti berat menyodorkan tangan. Hanya kami berdua yang tahu atas permasalahan lama hingga akhirnya terpendam lama. Tak sadar kepala terus mengingat kesalahan-kesalahan lama dan mungkin dia juga begitu. Sungguh tak pernah tersirat bahwa saya akan bertemu dia yang sudah saya hindari beberapa waktu yang cukup lama.

Ternyata sudah lebih sepuluh tahun kami tak menyapa terhitung pada saat itu dikarenakan juga jarak dan kesibukan masing-masing walaupun sebelumnya normal dan baik dengan tegur sapa. Saya sangat terkejut dan memang tidak tahu ada kehadiran dia. Bahkan saya sudah tidak mau ingat lagi atau bertemu karena terlalu kesalnya. Tak sangka saya dan dia kembali bertemu di momen dan antrian yang seharusnya memberikan tangan dan memaafkan. Hitungan detik saya langsung sodorkan tangan dan dia juga walau agak canggung tak banyak kata keluar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline