Lihat ke Halaman Asli

Rizky Purwantoro S

pegawai biasa

Kisah Seorang Anak yang Mencuri Buku

Diperbarui: 10 Desember 2022   13:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa tahun lalu, ada peristiwa yang cukup menarik perhatian saya. Peristiwa ini mungkin tidak muncul di berita media massa, karena bukan kasus besar.

Peristiwa ini terjadi di toko buku yang tentu saja nama toko itu tidak akan disebutkan di sini. Terjadi pencurian yang dilakukan oleh seorang anak, di mana uniknya yang dicuri bukanlah barang yang biasanya menjadi incaran banyak pencuri, seperti barang elektronik atau pakaian, melainkan buku.

Mencuri buku, bisa dikatakan sangat jarang terjadi. Karena buku tidak semudah itu dijual, dibandingkan benda bernilai lainnya, andaikata mau cepat dijual, mau tidak mau harus dengan kiloan, yang menjadikan nilainya tidak ada bedanya dengan barang rongsokan atau kertas bekas.

Mayoritas masyarakat kita cenderung menganggap buku itu bukan benda yang menarik, buku dilihat lebih eksklusif, terlebih bagi kalangan masyarakat yang makan sehari-hari saja susah.

Oleh karena itu kalau ada orang atau anak yang mencuri buku, bisa jadi bukan karena untuk dijual kembali.

Anak ini mencuri buku, bisa karena berbagai motivasi, bisa karena dibutuhkan untuk belajar di sekolahnya, untuk adik atau kakaknya, atau karena memang dia suka baca buku.

Memang apapun alasannya, tidak dapat membenarkan cara. Namun yang tersirat dari alasan itu sebenarnya sangatlah mulia, intinya anak itu menghargai buku, di saat banyak masyarakat tidak melihat buku itu sebagai benda penting.

Anak itu menyukai buku atau minimal anak itu lagi mau belajar dari buku itu. Jarang sekali ada anak seperti ini, karena sebagian besar teman-temannya lebih suka nongkrong, main game, atau keluyuran.

Apa pelajaran bagi kita semua? Buku itu mahal, terlalu mahal, sehingga berpotensi menghambat perkembangan intelektual di masyarakat, termasuk untuk anak-anak kita, mungkin inilah mengapa buku zaman sekarang disindir sebagai produk kapitalisme.

Dan kalau ada anak seperti ini lagi, janganlah dihukum seperti anak nakal pada umumnya, anak ini berpotensi, punya minat baca, didiklah mereka, mungkin saja mereka adalah emas yang tinggal dipoles lagi. Apalagi sampai dijebloskan ke penjara anak-anak yang hanya menyebabkan mereka berisiko disodomi.

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline