Lihat ke Halaman Asli

Rizky Purwantoro S

pegawai biasa

Menggugat Masih Berlakunya Rezim Hukum Eropa Kontinental di Indonesia

Diperbarui: 17 November 2022   10:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dari sebuah diskusi ringan, tercetus ide untuk membuat tulisan mengenai hukum. Tulisan ini bukan karya ilmiah yang njelimet melainkan hanya buah pikiran yang sederhana dan ala kadarnya terhadap kondisi aktual hukum saat ini.

Konon rezim hukum yang berlaku saat ini di Indonesia itu harus berlandaskan kepada prinsip hukum Eropa Kontinental. Apakah penerapan prinsip hukum Eropa Kontinental yang dimaksud sudah berhasil sepenuhnya atau tidak, itu tidak akan dibahas pada tulisan ini.

Penulis hanya coba mempertanyakan mengapa kita di Indonesia ini harus merujuk terus kepada hukum Eropa Kontinental. Biasanya alasan yang sering dipergunakan berdasarkan faktor historis, karena bangsa ini pernah dijajah Belanda dan meskipun sudah tidak menjajah kita lagi namun ternyata warisan hukumnya masih saja berlaku sampai saat ini.

Warisan hukum itu juga masih berlaku katanya karena adanya kekosongan hukum setelah Indonesia baru saja merdeka. Jadinya hukum yang berasal dari periode kolonial tidak dapat dihapuskan begitu saja.

Kalau itu alasannya mungkin masuk akal karena negeri kita masih lebih fokus kepada perjuangan bersenjata dan politik menghadapi penjajah yang ingin kembali lagi sekaligus memulihkan ekonominya yang sedang morat marit. Dimana hampir setiap negara yang baru saja merdeka biasanya akan melakukan hal yang sama dengan Indonesia.

Tapi saat Indonesia sudah menginjak usianya yang ke 77 tahun. Usia yang sudah tidak bisa lagi dianggap muda jika dipadankan dengan umur seseorang manusia. Dengan kurun waktu selama itu seharusnya sudah banyak yang bisa dilakukan dalam perbaikan dan pembenahan hukum di Indonesia.

Kembali ke pertanyaan mengapa kita masih saja kaku berkiblat kepada hukum Eropa Kontinental? Apakah dengan meninggalkan hukum Eropa Kontinental maka semua sarjana hukum yang ada di negeri ini akan berdosa? Apakah begitu suci dan sakralnya prinsip dan asas hukum mereka, sehingga mungkin belum ada yang memikirkan untuk coba membuat aturan yang mengacu kepada prinsip dan asas hukum dari rezim hukum lain?

Menurut teman diskusi penulis mengatakan bahwa karena sejak awal di kampus-kampus hukum sudah didoktrin harus mengikuti asas dan prinsip hukum tertentu maka membuat para jebolan fakultas hukum sudah memiliki paradigma yang telah dibentuk oleh kurikulum di kampus tersebut. Penanaman atau indoktrinasi sejak awal terhadap para calon praktisi hukum mungkin memang harus dikaji ulang atau kalau perlu dirombak total untuk mendapatkan pemahaman hukum yang tidak statis dan kaku.

Anehnya mungkin karena sudah terhipnotis dengan dosen hukum mereka pada saat kuliah, dampaknya cukup berkepanjangan. Disaat mereka sudah bekerja menjadi praktis hukum, seperti pengacara, jaksa, atau perancang perundang-undangan maka kemungkinan besar akan kembali memanggil para akademisi hukum dalam setiap acara pelatihan, seminar, atau diklat hukum. Dan pada saat itulah kembali terjadi pengulangan doktrin yang sama secara berulang-ulang.

Lama kelamaan akibatnya asas dan prinsip hukum itu layaknya dogma agama dalam kitab suci yang harus diimani bagi seluruh praktisi hukum. Barang siapa yang keluar dari dogma itu maka dapat dicap durhaka dan tidak sah hasil pekerjaan hukumnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline