Ideologi komunis dan Partai Komunis Indonesia atau PKI saat ini masih dianggap sebagai momok yang menakutkan bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Ada yang berpendapat bahwa rezim Orde Baru lah penyebab ideologi merah dan partai kiri tersebut terlihat lebih mengerikan daripada wujud yang sebenarnya. Tapi apabila kita melihat kepada perkembangan sejarah bangsa ini, maka apa yang dilakukan rezim Orde Baru juga tidak dapat disalahkan seratus persen karena kalau kita membaca buku-buku sejarah Indonesia yang ada akan terlihat banyak catatan mengenai pemberontakan yang telah dilakukan mereka semenjak bangsa ini belum merdeka dan masih dikungkungi oleh pemerintah kolonial Belanda sampai dengan masa awal negara ini baru saja lahir.
Coba kita tengok catatan sejarah itu, diawali pemberontakan pertama mereka pada tahun 1926-1927, lalu Peristiwa Tiga Daerah pada bulan Oktober hingga Desember 1945 di Tegal, Pemalang, dan Brebes, Peristiwa Madiun 1948, dan terakhir adalah yang paling merubah jalannya sejarah Indonesia yaitu Gerakan 30 September 1965. Diantara partai dan ideologi lain yang pernah hidup dinegeri ini, PKI dan ideologi komunis menempati urutan teratas sebagai suatu entitas politik yang paling sering melakukan pemberontakan.
Akan tetapi kalau kita mau lebih obyektif dalam membaca sejarah itu sebaiknya juga melihat dari sudut pandang yang berbeda, bukan untuk memihak apalagi sampai untuk mengikuti ideologi mereka melainkan agar kita dapat memperoleh gambaran yang lebih komprehensif terhadap jalannya suatu peristiwa sejarah. Karena setiap orang dalam melakukan suatu perbuatan pasti berdasarkan motivasi tertentu, walaupun motivasi atau niat itu tidak dapat membenarkan tindakan yang dilakukannya namun terkadang dari motivasi dapat tersirat tujuan yang sebenarnya.
Dari seluruh pemberontakan yang dilakukan PKI, pemberontakan pertama mereka justru termasuk yang jarang diberitakan. Padahal dari situ kita dapat menilai bahwa dari sekian organisasi, perhimpunan, dan partai yang telah ada pada masa itu, ternyata baru PKI yang lebih berani berkonfrontasi langsung melawan pemerintahan Hindia Belanda dengan kekuatan senjata disaat yang lain lebih memilih melalui jalur pers dan pendidikan. Tidak ada yang salah dari seluruh cara yang dipakai mereka karena cara-cara itu pasti memiliki dampak yang berbeda-beda tapi sekaligus berpengaruh terhadap jalannya pergerakan nasional untuk membebaskan negeri ini dari penjajahan bangsa asing.
Dan kembali kepada cara konfrontasi perlawanan senjata yang dilakukan PKI yang biarpun pada awalnya tidak disertai dengan persiapan yang memadai dan menjadi penyebab gagalnya pemberontakan mereka, namun apa yang telah mereka lakukan selayaknya mendapatkan penghargaan juga seperti perjuangan bersenjata lainnya. Jika perjuangan senjata yang dilakukan I Gusti Ketut Jelantik pada tahun 1848 dan Sisingamangaraja XII ditahun 1884 yang sifatnya cenderung kedaerahan lebih dihargai dan dijadikannya mereka berdua menjadi pahlawan nasional lalu mengapa pemberontakan PKI pada tahun 1926-1927 yang lebih bersifat nasional dan sudah mengusung nama Indonesia tidak mendapatkan porsi yang sama?
Hal yang sama berlaku juga pada sebagian besar tokoh perjuangan bersenjata pada awal kemerdekaan Indonesia juga telah dinobatkan menjadi pahlawan nasional, dimakamkan di taman makam pahlawan, dan tidak sedikit diantara mereka yang namanya dijadikan nama jalan di kota dan kabupaten yang ada di Indonesia, padahal euforia perlawanan terhadap kehadiran kembali Belanda pasti dirasakan oleh hampir seluruh rakyat Indonesia. Lalu bagaimana dengan nasib para pemberontak yang dengan berani melawan pemerintahan Hindia Belanda disaat yang lain belum merasakan euforia perlawanan itu yang memang belum menggema seperti pada tahun 1945an?
Sekali lagi penulis disini tidak memposisikan diri sebagai pembela PKI apalagi sampai menjadi seorang komunis, jangan sampai pola pikir biner menjebak kita untuk tidak obyektif dalam menilai tindakan orang lain yang sudah terlanjur kita tidak sukai. Sejelek dan sejahatnya seorang manusia pasti memiliki sisi baiknya juga, contohnya seperti Adolf Hitler yang banyak menganggapnya sebagai seorang megalomaniak dan tirani tetapi ternyata seorang pecinta hewan sehingga membuatnya mengeluarkan kebijakan untuk melarang perburuan hewan pada masa rezimnya berkuasa.
PKI boleh kita benci karena memang mereka banyak melakukan beberapa kali pemberontakan yang berdarah-darah dan menyebabkan tidak sedikit rakyat dan kaum ulama yang terbunuh. Akan tetapi kebencian itu sebaiknya jangan sampai membuat kita menutup mata terhadap perjuangan mereka yang juga banyak mengalirkan darah sehingga akibatnya membuat banyak kader dan pengikutnya yang harus terbunuh dalam rangka mengenyahkan penjajahan asing terhadap bangsa kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H