Apabila ada yang menanyakan beladiri apa yang paling hebat? Penulis akan kesulitan dalam menemukan jawabannya, bahkan bisa jadi tidak akan pernah dapat menjawabnya. Akan tetapi sayangnya pertanyaan itu sepertinya sudah lumrah dikalangan masyarakat awam, dimana salah satunya pernah diajukan oleh seorang teman penulis pada saat dirinya mau mencarikan beladiri yang dianggapnya paling ampuh untuk anak-anaknya yang masih duduk dibangku sekolah.
Sayangnya yang sering menjadi acuan bagi masyarakat awam untuk menilai beladiri mana yang dianggap paling hebat adalah berdasarkan tontonan yang dapat diakses dari You Tube maupun media sosial lainnya. Dan yang membuat semakin miris adalah film layar lebar baik yang diproduksi baik lokal maupun asing turur memberikan persepsi yang cenderung menyesatkan terhadap gambaran beladiri yang sesungguhnya.
Pada tulisan ini akan sedikit dibahas mengenai apakah memang ada beladiri yang paling hebat, ditambah ulasan singkat bahwa apakah beladiri itu berisi ajaran sesuatu yang sakral sehingga keberadaannya sampai harus mendapatkan pengkultusan sebegitu rupanya, pengkultusan yang juga dapat terjadi pada mereka yang dianggap sebagai tokoh-tokoh pendiri beladirinya.
Hebat atau tidaknya suatu beladiri didasarkan indikatornya dari para praktisnya yang walaupun tidak salah seratus persen namun faktor manusia tetap sangat berpengaruh dan mungkin menjadi penentu jika terjadi pertarungan antara dua praktisi yang memiliki latar belakang beladiri yang berlainan. Mengapa faktor manusia sangat berpengaruh dan menjadi penentu? Ibarat senjata api, hanya manusialah yang dapat memicu pelatuknya. Begitu pula beladiri, seperti apapun bentuk beladirinya atau seterkenal apapun beladirinya jika bukan berada ditangan praktisi yang terlatih dan berpengalaman maka akan sama saja dengan cara berkelahinya orang kebanyakan yang belum banyak belajar beladiri.
Dan ironisnya pendapat bahwa ada beladiri yang paling kuat itu, tidak hanya diamini oleh masyarakat awam saja karena tidak sedikit praktis beladiri yang mungkin selama hidupnya hanya menggeluti satu beladiri saja tanpa mau tahu mengenai beladiri lain dapat berpotensi memunculkan perasaan yang agak fanatik terhadap beladirinya. Perasaan itu muncul tentu saja disertai anggapan bahwa beladiri mereka adalah yang terbaik didunia dibandingkan beladiri lain. Dari situlah pentingnya seorang praktis suatu beladiri untuk mengenal beladiri lain, bukan untuk dipelajari juga tetapi lebih agar didalam pemikiran kita itu tumbuh persepsi bahwa beladiri kita bukanlah yang paling hebat dan sekaligus mencegah fanatisme yang tidak pada tempatnya.
Sepanjang perjalanan umat manusia dari zaman Nabi Adam As sampai sekarang, beladiri itu selalu diciptakan oleh manusia dan berevolusi ditengah-tengah masyarakat. Beladiri itu hanyalah merupakan ekspresi budaya suatu masyarakat dan bukan berasal dari sabda atau petuah para Nabi atau Dewata yang suci. Karena menjadi ekspresi budaya masyarakat maka beladiri ini bukanlah barang suci yang tidak pernah ada kesalahannya, bukankah setiap ekspresi budaya setiap masanya akan terus dan selalu berubah menyesuaikan terhadap kebutuhan dan tantangan yang dihadapi mereka agar eksistensinya tidak kemudian hilang ditelan sejarah.
Dengan berpersepsi bahwa beladiri merupakan bagian dari ekspresi budaya masyarakat, maka segala bentuk improvisasi dan eksperimen yang dilakukan terhadap beladiri tersebut tentu sah-sah saja karena tidak ada dosa didalamnya. Walaupun begitu sebisa mungkin improvisasi yang dilakukan tidak sampai merubah karakter dasar dan ciri khas yang telah dikenal selama ini dari beladiri itu.
Bahkan sebenarnya dalam evolusi beladiri itu lahir bukan muncul dengan sendirinya, mungkin ada yang seperti cerita dongeng karena mengikuti gerakan-gerakan hewan yang sedang dilihatnya lalu pelan-pelan mereka ikuti. Tapi sebaliknya penulis yakin bahwa sebagian besar beladiri itu merupakan kombinasi atau gabungan beberapa beladiri yang pernah digeluti oleh para pendirinya yang kemudian disesuaikan dengan potensi dan kelebihan yang dimiliki mereka sehingga pada akhirnya dirinya berhasil membuat beladiri baru yang mempunyai ciri khas yang agak berbeda daripada beladiri-beladiri sebelumnya.
Jadi jawaban apakah ada beladiri yang paling kuat, maka sampai kapanpun sepertinya tidak akan pernah bisa mendapatkan jawabannya. Mungkin yang paling tepat adalah siapakah praktisi beladiri yang hebat bukan apakah adalah beladiri yang paling hebat. Sebagaimana penggunaan analogi pistol sebelumnya, faktor manusia adalah penentu dan bagi seorang praktisi jika bercita-cita ingin menjadi orang yang hebat beladirinya sebaiknya berlatih dengan baik kepada guru yang hebat dan tentu saja disertai dengan kedisiplinan dan konsistensi dalam setiap latihannya.
Beladiri manapun, apakah itu jurus atau tehniknya ada ribuan jumlahnya maupun yang tehnik atau jurusnya hanya sedikit sekali tetap saja tergantung dari manusianya. Bukankah konon seorang maestro beladiri selevel Bruce Lee pernah berpetuah bahwa dirinya lebih takut kepada seorang pendekar yang hanya memiliki satu jurus namun dilatih sampai seribu kali dalam sehari dibandingkan pendekar yang banyak mempunyai jurus tapi hanya dilatih sekali saja setiap jurusnya dalam sehari.
Pengalaman jam terbang juga pastinya sangat mempengaruhi kehebatan si pendekar tersebut, dengan pengalaman dirinya dapat memiliki wawasan yang tidak dimiliki sebagian besar orang lain dan dengan pengalaman dirinya dapat melakukan improvisasi terhadap ilmu beladirinya menjadi ampuh untuk dipakai sesuai kondisi yang dialaminya pada saat itu. Seseorang akhirnya dapat digelari sebagai seorang master beladiri atau pendekar tidak terkalahkan pastinya tidak melewati perjalanan yang pendek dan mudah, perjalanan mereka pasti lebih berdarah-darah dan penuh luka untuk mencapai predikat menjadi seorang panutan dalam dunia beladiri.