Lihat ke Halaman Asli

Tak Semua Perubahan itu Baik

Diperbarui: 23 Februari 2017   18:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Terkadang terlintas dalam pikiran kita sesuatu yang membuat kita ingin mengakhiri rutinitas yang selalu sama tiap harinya, misal rutinitas dalam bekerja atau rutinitas lainnya. Pada kenyataannya memang kita acapkali mudah tergiur dengan sesuatu yang lain yang menurut kita tampak lebih menggairahkan dan menjanjikan, pepatah berbunyi “rumput tetangga lebih hijau”. Banyak teman kita yang sudah beralih profesi, beralih tempat kerja hanya karena bosan dan lelah dengan rutinitas yang sama, hanya karena alasan income yang lebih besar.

Bahkan banyak pendapat para motivator bahwa kita harus berubah dan jangan terlena dengan zona nyaman (comfort zone), kemudian mereka menyarankan untuk pindah tempat kerja maupun pindah profesi. Hal ini mengingatkan aku pada beberapa motivator di perusahaan asuransi, perusahaan multilevel marketing atau sejenisnya yang pernah saya ikuti sesi ceramahnya, tak sedikit yang terpengaruh. Meskipun demikian masih saja ada orang yang nyaman dengan rutinitasnya, nyaman dengan profesinya. Mungkin aku salah satunya, ya aku! Bagiku berubah itu memang suatu keharusan, tapi bukan berarti harus pindah kerja, berganti profesi, mengubah rutinitas maupun mengubah arah cita-cita. Berubah atau dalam konteks bahasa islaminya hijrah, itu bagiku lebih kepada hijrah yang sifatnya ukhrowi, hijrah nilai ketaqwaan. Islam sendiri menganggap penting perubahan yaitu dalam hadits berikut.

“Barangsiapa yang harinya (hari ini) lebih baik dari sebelumnya, maka ia telah beruntung, barangsiapa harinya seperti sebelumnya, maka ia telah merugi, dan barangsiapa yang harinya lebih jelek dari sebelumnya, maka ia tergolong orang-orang yang terlaknat” (Al-Hadist)

Dari hadist di atas dapat dipahami bahwa perubahan tidak harus melulu dalam bentuk fisik (jasadi) atau perubahan yang nampak kasat mata, tetapi lebih menitikberatkan pada perubahan nilai-nilai ketaqwaan (ukhrowi). Perubahan dari orang tidak baik menjadi baik, dari orang yang malas ibadah jadi rajin ibadah, dan berubah dari kebodohan kepada kepandaian dan seterusnya. Karena itu jika kita masih bekerja pada tempat yang sama dalam waktu yang lama, dan masih berprofesi yang sama maka jangan berkecil hati dan jangan bersedih, hal itu tidak akan membuatmu hina asalkan secara nilai ketaqwaan dan secara keilmuan sudah berubah dan lebih baik dari sebelumnya. Dan kita makin berperan besar dalam menebar kebaikan dengan lingkup yang lebih luas dari sebelumnya, kita lebih bisa memberikan manfaat kepada orang lain maka itu merupakan capaian yang baik.

Jika keinginan pergantian profesi, atau pindahnya tempat kerja lalu merubah rutinitas kita tapi justru malah membuat kita lebih sibuk dengan urusan dunia, lebih cinta dunia daripada akhirat maka justru itu lebih buruk dari kacamata agama, meskipun dari sisi duniawi kita lebih sukses. Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat buat orang lain? Jadi keep your choice and enjoy your world. Terus tebar kebaikan, terus tingkatkan ketaqwaan, terus beri manfaat orang-orang di sekitarmu. Suatu saat nanti kita pasti akan merasakan nikmatnya perubahan ukhrowi meskipun kamu tetap dalam berprofesi yang sama. Tetapi, tidak menutup kemungkinan suatu saat kita akan merasakan perubahan profesi yang lebih baik dan tak terduga, insyaAllah. Asalkan niat kita dalam menuju perubahan itu niatnya karena Allah bukan karena yang lain, apalagi karena dunia.

“Barangsiapa yang hijrahnya untuk kepentingan duniawi, atau kepentingan wanita yang dinikahi, maka manfaat hijrahnya pun sesuai dengan apa yang dituju.”




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline