catatan seorang mahasiswa (bagian 1)
Cerita ini sudah lama sekali berlalu. Saya mendapatinya akhir tahun 2012 lalu. Tapi mudah-mudahan bisa kita ambil pelajaran darinya.
Saat itu saya bersama seorang teman, tepatnya seorang mahasiswa, Hasan namanya berkunjung ke Kebumen, sebuah kota di bagian ujung selatan Jawa Tengah. Saya waktu itu berniat "mengetuk pintu" ke rumah orang tua seorang perempuan yang kini jadi istriku.
Ya sebelum melamar biasanya seorang laki-laki harus melakukan "ketuk pintu", meminta ijin kepada orang tua pihak merempuan yang akan dipinang.
Saya pagi-pagi berangkat bersama Hasan dari Solo menuju ke Kebumen. Naik motor. Waktu itu saya sebetulnya sudah mengajar di sebuah perguruan tinggi negeri keagamaan di Surakarta, IAIN sebagai dosen tidak tetap alias dosen luar biasa (DLB). Sementara Hasan yang saya ajak kebutulan adalah berasal dari sana. Atau tepatnya orang berasal dari sana, namun kemudian pindah ke Lampung.
Ia sendiri sejak kecil juga sekolah di Kebumen. Jadi dia saya anggap paham dengan daerah tersebut. Saya sendiri belum pernah ke Kebumen sama sekali. Dan tidak tahu menahu daerah tersebut. Saya nekat ke sana dan hanya berbekal keyakinan bahwa perempuan itu akan jadi jodohku.
Saya pun sudah memutuskan untuk mengakhiri masa lajangku. Itu saja. Aku bahkan tak tahu rumahnya. Ia hanya memberi sebuah alamat. Kami mungkin tidak berpacaran, tatapi saling kenal dan beberapa kali saling kontak lewat telepon. Dia sebelumnya pernah kuliah di Universitas Sebelas Maret (UNS) jurusan pendidikan Matematika sambil menghafal al-Qur'an di masjid agung Surakarta.
Namun kemudian tak betah dan pindah kuliah dan di kampus baru itulah kami bertemu. Terakhir dia mengirim pesan begini, "jika memang berniat baik, dan genlement silakan datang ke rumah. Temui orang tuaku". Dan itu menjadi bekal saya untuk datang ke rumahnya, setelah sebelumnya saya sampaikan ke dia akan ke rumahnya tanggal sekian.
Aku sampai rumah dia waktu itu sekitar pukul 10.00an siang. Rumahnya berada di daerah kecamatan Alian, namun berbatasan dengan Kebumen kota.
Ayahnya ternyata seorang pengasuh pondok pesantren di desanya. Saya sebelumnya bisa sampai ke rumahnya setelah sebelumnya dijemput dan ditunjukkan arah oleh seorang santri atau tepatnya ustaz yang menjadi kepercayaan keluarganya. Saya agak grogi dan entahlah.
Saya baru pertama kali ini ke sana dan tiba-tiba ingin meminang puterinya. Tapi saya disambut dengan baik oleh bapak ibunya. Dan mereka kemudian memberi isyarat jika saya memang berniat baik, saya diminta untuk melanjutkan ke tahap-tahap selanjutnya.