Lihat ke Halaman Asli

OH…. MURIDKU TERSAYANG, MURIDKU YANG MALANG

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kejadian ini terjadi di awal tahun pertama sejak menjadi guru, tepatnya tahun 1991/1992, saat itu saya baru lulus kuliah dan belum menikah dan saya masih menjadi guru honor di sebuah SMA swasta.

Saya memiliki seorang siswi, sebut saja namanya Ratih. Ratih disukai teman-temannya karena ramah dan suka mentraktir temannya, Ratih juga supel dan senang bercerita, tak heran dia mempunyai banyak teman. Ratih sebenarnya anak yang pandai, cantik dan menarik, dia menyukai matematika, sehingga pada setiap pelajaran saya, Ratih selalu semangat mengikuti pelajaran, bertanya dan menjawab pertanyaan saya, mengerjakan tugas paling cepat mengumpulkannya dibandingkan dengan teman yang lainnya. Saya mulai menyukai siswa ini, karena biasanya siswa paling tidak suka dengan pelajaran matematika, tak heran akhirnya kami pun menjadi dekat. Ratih banyak bercerita tentang keluarganya, bahwa dia anak ketiga dari empat saudara, dua kakaknya laki-laki dan satu adiknya perempuan. Kian hari hubungan kami semakin akrab, seperti kakak beradik saja. Saya suka dan sayang pada Ratih dan kebetulan saya tidak mempunyai adik perempuan. Kadang-kadang kami pergi ke Mall sekedar berjalan-jalan atau makan, atau Ratih yang meminta saya untuk menemani dia memilih dan membeli baju atau sepatu.

Keakraban kami terus berlanjut, tak terasa sampai pada tahun kedua, ketika itu Ratih duduk di kelas 11, mulai terasa ada sesuatu yang terjadi pada Ratih. Dia mulai sering melamun, tidak konsen pada pelajaran, tugas-tugasnya jarang dia kerjakan, walaupun dia  selalu masuk sekolah. Saya sudah berusaha untuk bertanya apa yang menyebabkan dia murung.

“ Ratih, akhir-akhir ini ibu sering melihat Ratih selalu murung, melamun dan tidak konsen pada pelajaran, ada apa?Coba ceritakan pada ibu, seperti biasa kamu selalu cerita apa saja pada ibu”. Ratih hanya menggeleng dan menjawab singkat, “Ratih baik-baik saja, Miss”. Begitu selalu jawabannya setiap kali saya coba bertanya. Teman-temannya pun tidak mengetahui sebabnya, karena akhir-akhir ini Ratih jarang berkumpul lagi dengan temannya, dia lebih sering menyendiri di kelas atau di perpustakaan.

Menginjak semester kedua, keadaan semakin parah, ratih sering tidak masuk sekolah, teman-temannya tidak tahu beritanya. Saya mencoba mengunjungi rumahnya, tapi ternyata keluarganya sudah pindah rumah, dan rumah itu sudah di jual.  Sampai suatu saat setelah beberapa hari Ratih tidak masuk sekolah, tiba-tiba Ratih muncul di rumah saya dan mengatakan :

“ Miss, saya mau nginap disini (di rumah saya maksudnya) dua hari ya?”

“ Boleh saja Ratih, tapi kamu harus minta ijin dulu sama orang tua, agar beliau tidak bingung mencari Ratih”.

“Ndak perlu Miss, saya justru lari dari rumah karena kesal pada mereka, setiap hari bertengkar” jawab Ratih sambil terisak-isak.

Akhirnya saya iba dan membolehkan dia menginap dirumah saya. Ternyata hal ini terjadi berulang-ulang lagi, tetapi setiap saya mencoba menghubungi orang tuanya, Ratih selalu melarang. Keadaan ini berlangsung beberapa bulan, yang lebih membuat heran, Ratih sudah mulai berani meminjam uang pada saya, alasannya untuk keperluan berobat, membeli buku, membeli kado adiknya dan macam-macam alasan lainnya. Anehnya saya selalu memberi apa yang dia minta, mungkin rasa sayang dan kasihan, sehingga saya tidak tega menolak permintaannya.

Di tahun ketiga, keadaan semakin buruk, Ratih jarang ke sekolah ataupun datang kerumah saya. Di sekolah kalau bertemu saya dia selau menghindar dan tidak mau melihat saya, ada apa sebenarnya?

Kejadian yang lebih mengagetkan adalah ketika beberapa orang datang kerumah saya dan menagih hutang. Rupanya Ratih berhutang pada orang tersebut kemudian memberikan alamat saya sebagai jaminan untuk saya membayarkan hutangnya. Dia mengakui saya sebagai kakaknya pada orang tersebut. Saya bertanya-tanya kenapa Ratih seperti ini?

Akhirnya saya menemukan jawabannya bahwa usaha keluarga Ratih bangkrut, sehingga ekonomi keluarga terpuruk, Ratih yang biasa hidup dalam berlebihan merasa “shock” ditambah kedua orangtuanya akhirnya bercerai. Setelah kejadian itu, saya tidak pernah bertemu lagi dengan Ratih, sekolahnya pun putus di tengah jalan.

Tetapi setahun kemudian sekitar tahun 1995, Ratih tiba-tiba muncul di rumah saya, dia mengakui semua kesalahannya dan meminta maaf. Ratih bingung karena dengan ijzah SMP saja susah mencari pekerjaan. Saya sarankan supaya kembali melanjutkan sekolahnya, tetapi dia tidak mau, dan akhirnya saya usahakan dia untuk ikut ujian persamaan tingkat SMA dan lulus. Kemudian Ratih mengambil kursus menjahit dan salon kecantikan.

Alhamdulillah, sekarang Ratih punya usaha penjahitan baju dan salon kecantikan sendiri di kota lain bersama suami dan anak-anaknya. Anak Ratih yang pertama saat ini kuliah di PTN mengambil Fakultas Keguruan jurusan Matematika, agar seperti Miss Aya, jadi guru matematika yang dia kagumi, katanya.

Guru SMAN 1 Balikpapan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline