Lihat ke Halaman Asli

Full Day School

Diperbarui: 18 Juni 2017   06:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Baru-baru ini santer terdengar di telinga kita sebuah kebijakan tentang sistem pendidikan yang baru. Sistem ini bernama Full day school dimana mulai tahun ini sekolah hanya berlangsung selama 5 hari sepekan dengan jadwal yang sangat padat. Siswa akan diharuskan untuk berada disekolah sampai jam 4 sore. Menurut bapak muhadjir, gagasan ini bertujuan untuk membentuk karakter anak menjadi lebih baik. Lebih lanjut lagi bapak Muhadjir mengatakan Fullday school ini akan mencegah anak dari keluyuran diluar saat orang tua tidak ada. FulldaySchool juga dikenal dengan gagasan kokurikuler yang membuat siswa mempunyai banyak kegiatan di sekolah.  Gagasan dari pak muhadjir ini banyak menimbulkan pro dan kontra dari berbagai kalangan. Seperti dilansir dari kompas.com Sekjend Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyani bependapat bahwa gagasan Fullday School atau sekarang dikenal sebagai gagasan kokurikuler akan menambah kemungkinan kekerasan dalam lingkup sekolah. Karena menurut beliau, kekerasan rawan terjadi saat jam istirahat. Sedangkan jika gagasan kokurikuler diterapkan otomatis akan menambah jam istirahat. Fasilitas pendidikan di Indonesia menurut beliau juga belum memadai dalam menerapkan sistem kokurikuler ini. Lain halnya dengan Samsul Ridwan Sekjen Lembaga Perlindungan Anak Indonesia. Menurutnya semua pihak haruslah memandang gagasan ini sebagai itikad baik pemerintah dalam memperbaiki pendidikan di Indonesia. Tetapi ia juga menambahkan gagasan ini haruslah tidak membebani siswa dan orangtua dalam melaksanakannya

Banyak pihak yang menilai gagasan ini terlalu terburu-buru dan tidak dilatarbelakangi dengan kajian yang dalam. Gagasan fullday School dianggap hanya cocok diterapkan pada sekolah-sekolah di kota yang mempunyai fasilitas lengkap. Banyak juga pihak yang berpendapat gagasan ini akan merampas hak anak dalam belajar dan bermain diluar sekolah. Kak seto mengatakan pendidikan keluarga juga sangat penting untuk anak. Lebih lanjut ia mengatakan jangan sampai fullday school akan menggantikan peran orangtua sebagai pendidik.

Patut diapresiasi usaha dari menteri pendidikan kita yang mencoba untuk membuat jalan keluar bagi permasalahan krisis moral karakter anak. Tapi sebenarnya pembentukan karakter anak yang disebut sebagai tujuan gagasan ini seperti apa? Bukankah selama ini pendidikan Indonesia yang merujuk pada filsafat pendidikan Pancasila mempunyai tujuan yang sama, yaitu membentuk karakter anak. Menteri pendidikan kedepannya juga harus meperinci tujuan gagasan baru ini agar tidak disalah artikan oleh masyarakat. Dan satu hal yang perlu digarisbawahi adalah gagasan ini yang sepertinya belum sepenuhnya digodok dengan matang. Hal ini menjadi catatan untuk menteri pendidikan kita. Gagasan yang bagus jika tidak disiapkan secara matang sebelumnya akan percuma. Ada baiknya menteri pendidikan mengkaji ulang gagasan ini dengan mempertimbangkan aspirasi masyarakat diatas. Dengan demikian pemerintah akan dapat menjawab keraguan masyarakat perihal keberhasilan gagasan ini.

Sumber: http://regional.kompas.com/read/2016/08/12/07283651/kokurikuler.baik.dilakukan.asalkan.tak.membebani.siswa.dan.orangtua

                  http://news.okezone.com/read/2016/08/09/65/1458788/begini-konsep-full-day-school-yang-digagas-mendikbud

                  https://nasional.tempo.co/read/news/2016/08/10/078794645/gagasan-full-day-school-ini-yang-dikhawatirkan




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline