Lihat ke Halaman Asli

Eksekusi Harta Supersemar

Diperbarui: 21 Agustus 2015   04:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diawali dengan gugatan Kejaksaan Agung terhadap Soeharto dan Yayasan Supersemar atas dugaan penyelewengan dana beasiswa, karena kebanyakan beasiswa tersebut diberikan ke beberapa perusahaan nasional milik kroni Soeharto. Negara mengajukan ganti rugi materil US$ 420 juta dan Rp. 185 milyar serta ganti rugi imateril Rp. 10 trilyun.

Maret 2008, Pengadilan Negeri Jaksel telah memvonis Yayasan Supersemar bersalah. Putusan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Jaksa dan tergugat kemudian mengajukan kasasi ke MA. Tahun 2010, MA menghukum Yayasan harus membayar kepada Negara sebesar US$ 315 juta dan Rp, 139,2 milyar, atau sekitar Rp. 4,2 trilyun dengan kurs sekarang.

Masalah muncul ketika terjadi kesalahan ketik putusan, dimana MA tidak menuliskan Rp. 139,2 milyar, melainkan RP. 139,2 juta alias kurang tiga angka nol yang berakibat fatal yakni putusan tidak bisa dieksekusi. Kemudian kejaksaan mengajukan permohonan PK agar salah ketik bisa dikoreksi. Baru pada juli 2015, MA mengabulkan PK Kejaksaan.

Dengan demikian, Keputusan PK Mahkamah Agung yang menghukum Yayasan Supersemar agar mengembalikan asset Negara senilai Rp. 4,2 trilyun ini, tidak boleh berhenti hanya diatas kertas saja. Karena mungkin saja asset yang ditagih ini telah berpindah tangan, sehingga Kejaksaan Agung harus bertindak cepat, dengan menginventarisasi semua asset, dan mengusut mengalirnya uang Yayasan tersebut.

Memang ini adalah bukan perkara mudah, karena putusan itu tidak menyebut Soeharto atau ahli warisnya wajib membayar ke Negara. Mahkamah berpendapat, kesalahan penggunaan dana dilakukan oleh yayasan, bukan pribadi Soeharto, selain itu juga Soeharto sudah lama meninggal.

Karena asset Yayasan Supersemar ini luar biasa besar, maka pelacakan asetnya akan sulit ditelusuri, dan nilai dan keberadaan asset ini sulit dipastikan. Mengingat pengurus Yayasan telah berganti-ganti, dan nama anak2 Soeharto pun tidak tercatat di Yayasan itu.

Untuk itu sebaiknya Kejaksaan Agung segera membentuk tim pelacak dan auditor tangguh yang independen sehingga bisa diharapkan asset Negara senilai Rp. 4,2 trilyun bisa disita, meskipun mungkin tidak semuanya, tapi seberapun besarnya harus bisa diselamatkan dengan optimal.

 

Sumber : Tempo 

 Gambar : Tribunnews.com




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline