Gambar : Kompas.com
Pada awalnya saya pribadi bisa menerima keputusan Presiden Jokowi untuk menunjuk Taufiqurahman Ruki (TR) sebagai Plt Pimpinan KPK, karena meskipun rekam jejaknya ketika menjabat Ketua KPK jilid satu tidak begitu kinclong, namun latar belakangnya yang pensiunan Irjen Polri dipercaya bisa meredakan konflik KPK-Polri yang tensinya semakin meninggi dan paling tidak keutuhan/kelengkapan pimpinan kolegial KPK terpenuhi dan terjaga.
Namun demikian, ternyata manuver2 TR menjadi semakin liar dan menampakkan dirinya se-olah2 bukan sebagai pimpinan KPK yang seharusnya mengedepankan marwah pemberantasan korupsi, tetapi menujukkan keberpihakan kepada para koruptor khususnya koruptor yang berasal dari lemba Polri. Manuver2 tersebut antara lain sbb :
1.Mengadakan pertemuan illegal dengan Jenderal Polri
Beredar isu yang dilontarkan mantan Wakil Ketua DPD, Laode Ida (LI), bahwa TR telah mengadakan pertemuan informal illegal (tanpa didampingi komisioner KPK lainnya) dengan sejumlah petinggi Polri di Duck King, Setiabudi Building, pada tanggal 21 Pebruari 2015. Para pejabat Polri tersebut antara lain mantan Kapolda, dan pengacara yang pernah bela koruptor berhadapan dengan KPK, dan beberapa tokoh polri lainnya. Salah satu topic yang dibicarakan adalah bahwa TR tidak menghendaki KPK menjadi lembaga permanen pemberantasan korupsi di Indonesia. Kalau ini kalau ternyata benar adalah tidak etis bagi TR dan jelas2 merupakan pelanggaran Kode Etik KPK yang seharusnya sangat difahami TR yang mantan Ketua KPK jilid I. Untuk itu TR harus memberikan klarifikasi dan pimpinan KPK secarea kolegial harus membentuk Komisi Etik untuk menuntaskannya.
2.Menghentikan penyelidikan rekening gendut Polri
LI juga mensinyalir, bahwa Plt Pimpinan KPK ini tidak akan bekerja efektif, diduga tidak akan menuntaskan kasus2 besar, khususnya dalam hal penanganan korupsi yang dilakukan oleh lembaga terkorup yaitu Polri akan mandeg dan menguap kasusnya. Misalnya saja kasus Rekening Gendut para Jendral Polri, dimana salah satu pemiliknya Komjen Budi Gunawan telah ditersangkakan oleh KPK yang menjadi pemicu perang Cicak-Buaya jilid dua dan mengebohkan dunia perpolitikan di negri ini. Dengan demikian lembaga KPK akan menjadi tumpul dan tak berdaya. Dua pimpinan KPK lain yaitu Johan Budi dan Adnan Pandu tidak akan begitu ngotot untuk menelisik kasus korupsi Polri karena sedang terancam di tersangkakan oleh Polri.
3.Melimpahkan Kasus BG ke Polri dan Kejakasaan
TR melontarkan pendapat bahwa kasus BG tidak akan dilanjutkan di KPK tetapi akan dilimpahkan kepada Polri dan Kejaksaan. Bila pernyataan TR ini tanpa melalui diskusi dengan pimpina KPK lainnya, maka akan menjerumuskan KPK kelubang yang lebih dalam, dan mengindikasikan TR telah menjadi musuh dalam selimut KPK. Sebaiknya Plt KPK ini tidak membuat kebijakan yang berkasus besar sampai di akhir periode kepemimpinan KPK jilid tiga ini.
Dengan ketiga manuver tersebut diatas, merupakan bukti yang cukup signifikan untuk menyimpulkan bahwa TR, akan menjadi biang kerok pelemahan internal KPK dan berpotensi untuk menjerumuskan KPK kejurang kehancurannya. Dengan demikian era terkinclong pimpinan KPK dimasa Abraham Samad dan Bambang Widjajanto telah berakhir, sulit terulang kembali, dan dimulainya degradasi kinerja KPK menuju titik terendahnya. Wallahu Alam!