Lihat ke Halaman Asli

Generasi Copy Paste (Catatan Pelepas 2011)

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Entah ini awalnya bagaimana ceritanya, siapa juga yang mengatakan, yang pasti ada yang bilang bahwa saat ini terdapat "spesies" manusia dengan jenis benar-benar berbeda.

Maksudnya, mereka ini bukan orang-orang yang dalam tata cara berpikirnya menyatakan diri sebagai orang sekuler, bukan juga orang liberal, dan tidak juga Islam Fundamentalis, atau yang religius lah.

Mereka juga tidak menyandarkan dirinya ikut partai ini, tergabung dalam ormas itu, aktif di LSM sana. Mereka juga tidak suka lihat berita, tidak pernah baca koran manual setiap harinya, tetapi anehnya mereka kerap kali dalam kesehariannya mencemooh, mengkritik pedas kepada institusi pendidikannya, sekaligus para guru dan dosennya; tak luput juga sahabat-sahabatnya bahkan membodohkan dirinya sendiri! Yang ada ada adalah kekecewaan dan waktu yang terbuang, jika mereka melihat sekolah atau universitas. Itu anggapan mereka.

Selain itu, setiap mereka mengaca diri pada dunia, wajah mereka semakin bertambah suram dan murung, jiwanya semakin mengeras membatu. Uniknya, rata-rata mereka adalah para pecandu dunia maya tingkat tinggi. Sangat mungkin sekali bagi mereka untuk berbicara, menulis, menonton, mendengar musik plus ngopi dalam satu waktu sekaligus.

Mereka pun selalu "bepergian", selalu "travelling keliling dunia", meski sebagian besar di antara mereka tidak memiliki paspor. Mereka sanggup menempuh "ribuan kilometer" sementara dia duduk di tempatnya. Begitu juga "kembali" lagi ke tempat semula tapi pikirannya masih tersangkut melayang pada "perjalanannya" barusan.

Dari potongan luarnya sangat terlihat sekali kalau mereka ini generasi produk "Playstation", anak-anak "Google", bukan anak kehidupan. Anak dalam bentuk gambar, bukan makna. Sangat piawai sekali melakukan copy paste, atau seni animasi merubah bentuk sesuatu dengan PhotoShop.

Bagi mereka hal itu bukan untuk apa-apa atau karena apa-apa, tetapi yang ada di benak mereka bahwa kehidupan itu dengan segala sejarahnya, kebudayaannya, peradabannya, bangunan-bangunannya, bahkan manusianya adalah fenomena copy paste saja, atau lay out saja menjadi ilustrasi yang bagus dan ciamik.

Mereka rata-rata memproklamirkan diri sebagai sosok yang serba tahu sekaligus komentator ulung, melihat bahwa mereka adalah personifikasi atas sesuatu, satu potret di antara ribuan potret globalisasi, padahal mereka bukanlah budayawan (apalagi ilmuwan dan ulama) sebenarnya yang matang oleh tempaan ujian kehidupan yang bertubi-tubi di dunia nyata. Dan faktanya juga, mereka sebenarnya komunitas yang tersingkir dan termarginal dari masyarakatnya meski mereka adalah mayoritas. Di sini mirisnya.

Nenek moyang dan pendahulu mereka mewariskan negara dengan membangunnya bersusah payah, melalui berbagai proses; kelahiran, pengembangan, pembangunan, mimpi-mimpi. Tetapi mereka menerima warisan itu dengan layu, yang membuat bangsa dan negara mendadak tua sebelum waktunya.

Mereka ini manusia jenis lain, yang bisa jadi nantinya mengambil kendali pemerintahan dengan permainan kotor sambil memukul KO yang lain, sementara dirinya sendiri berusaha menghindari serangan yang lainnya, meski dengan selisih angka saja.

Kata orang yang melihatnya, mereka ini selalu berusaha bergabung saat tercerai berai, tetapi ketika sudah bergabung, anehnya berusaha mencerai beraikan lagi "kekuatan" yang dibangun itu. Mereka selamanya percaya dengan "kekuatan semu" teknologi. Suara mereka adalah huruf-huruf di atas keyboard, lidah mereka adalah jari-jari yang terus menari di atas tuts-tuts tadi, bak pianis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline